Polres Sumenep Dinilai Lamban Tetapkan Tersangka Dugaan Pembangunan TUKS Ilegal di Kalianget

Polres Sumenep Dinilai Lamban Tetapkan Tersangka Dugaan Pembangunan TUKS Ilegal di Kalianget Sarkawi

SUMENEP, BANGSAONLINE.com - Ketua DPW Korwil Madura Brigade 571 Trisula Macan Putih, Sarkawi, menyoroti lambannya penanganan kasus dugaan pembangunan Pelabuhan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) ilegal di wilayah pesisir Kecamatan Kalianget.

Kasus tersebut telah bergulir sejak tahun 2021 melalui pengaduan masyarakat (PM) dan telah ditindaklanjuti oleh penyidik Polres Sumenep.

Sarkawi mengungkapkan, pelapor juga telah menerima 19 surat pemberitahuan perkembangan perkara (SP2HP) dari pihak kepolisian.

Dalam SP2HP ke-11, penyidik Polres Sumenep menyatakan bahwa laporan itu sudah dilakukan gelar perkara dan ditemukan adanya unsur pidana.

“Atas permintaan penyidik, laporan tersebut kemudian ditingkatkan dari laporan masyarakat (LPM) menjadi laporan polisi (LP) resmi,” kata Sarkawi, Jumat (07/11/2025).

Dikatakan Sarkawi bahwa setelah naik ke tahap penyidikan, penyidik telah memanggil pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep untuk mengkroscek titik koordinat terkait empat sertifikat hak milik (SHM) yang diduga bermasalah.

Ia menerangkan, keempat sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN itu di antaranya SHM Nomor 370 atas nama Ajeng Maimuna, yang kemudian dijual kepada anaknya Sri Sumarlina Ningsih dengan luas 13.950 meter persegi.

Padahal tanah tersebut awalnya dimohon untuk tambak, namun kemudian dialihfungsikan menjadi pembangunan pelabuhan TUKS oleh PT Asia Madura, yang pada tahun 2013–2014, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumenep dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) menerbitkan surat rekomendasi UKL-UPL serta izin mendirikan bangunan (IMB).

Ia menuturkan bahwa rekomendasi dua instansi itu menimbulkan tanda tanya besar. Padahal, lokasi SHM tersebut berada di pesisir pantai bawah laut, bukan di daratan seperti yang tertera dalam dokumen.

"Saya kok menduga ada ‘permainan’ antara pemohon, BPN, DLH, dan DPMPTSP yang meloloskan izin pelabuhan TUKS tanpa dasar hukum yang sah, bahkan tanpa izin reklamasi, padahal lahannya termasuk zona pantai bawah laut yang memerlukan penimbunan terlebih dahulu,” ujar Sarkawi.

Dari hasil penelusurannya, selain SHM No. 370, muncul lagi sertifikat Nomor 302 dan 303, yang diduga masih dalam kawasan pesisir perairan Gersik Putih. Lahan tersebut juga diubah fungsinya menjadi pelabuhan tanpa izin yang sah.

“Bahkan muncul dua nama baru, yaitu Sunaryo dan keluarga Dulgani, yang diduga ikut menyerobot lahan pantai bawah laut. Dan kini mereka belum mengantongi izin apa pun,” tuturnya.

Sarkawi menyebut, mantan Bupati Sumenep periode 2015 turut menandatangani dokumen pelabuhan TUKS milik PT Asia Garam Madura, perusahaan yang dikendalikan oleh Nur Ilham.

Sarkawi curiga, karena bisa jadi, waktu itu bupati dikelabui oleh bawahannya, khususnya dari dinas perizinan yang mengeluarkan IMB tanpa dasar reklamasi.

Menurut Sarkawi izin yang dikeluarkan oleh Pemkab Sumenep melalui DPMPTSP sejatinya hanya untuk kegiatan bongkar muat garam, bukan pembangunan pelabuhan TUKS.

Karena itu, pihaknya mendesak Polres Sumenep segera menuntas kan kasus ini sebelum akhir tahun 2025.

“Jika tidak ada penetapan tersangka, kami akan melimpahkan kasus ini ke Polda Jawa Timur,” ungkapnya.

Sementara itu, Kasi Humas Polres Sumenep, Widiarti berjanji masih akan menayakan ke penyidiknya.

“Ok saya tanyakan dulu ke penyidiknya,” ucapnya. (aln/van)