 Ketua BEM Pasuruan Raya M. Ubaidillah Abdi.
																							Ketua BEM Pasuruan Raya M. Ubaidillah Abdi.
																					PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Isu dugaan pungutan liar (pungli) ramai diperbincangkan di lingkungan perguruan tinggi di Pasuruan.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Pasuruan Raya, M. Ubaidillah Abdi, menjadi salah satu mahasiswa yang paling vokal menyuarakan keresahan itu. Ia menyebut, pungli dalam dunia akademik merupakan bentuk pengkhianatan terhadap nilai moral dan etika pendidikan.
“Pungli di kampus, dalam bentuk apa pun, mencederai moral akademik dan memperparah ketimpangan akses pendidikan,” ujar Ubaidillah, Kamis (30/10/2025).
Menurutnya, berbagai pungutan tanpa dasar hukum yang jelas masih sering dilakukan dengan dalih administrasi atau kegiatan kampus. Akibatnya, mahasiswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah menjadi kelompok yang paling terdampak.
Upaya advokasi terhadap dugaan pungli itu telah dilakukan melalui audiensi dengan DPRD Kabupaten Pasuruan dan DPR RI. Dalam pertemuan tersebut, mahasiswa menyampaikan data, kronologi, dan permintaan agar dilakukan investigasi independen terhadap pihak kampus.
Namun, menurut Ubaidillah, hingga kini belum ada kejelasan tindak lanjut maupun hasil pemeriksaan resmi dari lembaga legislatif.
“Setelah audiensi dan janji-janji dilontarkan, semuanya kembali sunyi. Tak ada tindakan nyata, tak ada transparansi,” ungkapnya.
Kondisi itu memunculkan kecurigaan, bahwa kasus ini tengah diredam secara politik, terutama karena menyangkut institusi pendidikan yang berada di bawah pengawasan langsung pemerintah.
BEM Pasuruan Raya menilai, sikap diam DPRD dan DPR RI menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan legislatif terhadap sektor pendidikan. Padahal, menurut mereka, praktik pungli di kampus bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak marwah akademik dan kepercayaan publik.
Ubaidillah menegaskan, mahasiswa kini menuntut Aparat Penegak Hukum (APH) agar turun tangan menyelidiki kasus tersebut secara terbuka, tanpa menunggu tekanan publik atau polemik politik.
“Kami tidak ingin audiensi dijadikan seremonial. Gunakan kewenangan untuk menekan pihak kampus agar ada pembenahan nyata,” tegasnya.
Selain menyoroti legislatif dan aparat, mahasiswa juga mendesak pimpinan perguruan tinggi di Pasuruan untuk segera melakukan reformasi internal. Mereka menilai, tata kelola kampus yang tertutup membuka ruang bagi praktik pungutan liar, konflik kepentingan, dan penyalahgunaan wewenang.
“Nama baik institusi dan masa depan mahasiswa tidak boleh dikorbankan demi kepentingan segelintir oknum,” kata Ubaidillah.
Ia memperingatkan, jika persoalan ini terus dibiarkan tanpa penegakan hukum, publik berisiko kehilangan kepercayaan terhadap lembaga pendidikan maupun lembaga pengawas negara yang semestinya menjaga integritas sistem. (maf/par/msn)
 
                             
                                         
             
            
 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
														










 
												