Sidang Anak Terlibat Demo Rusuh di Kediri, Penasihat Hukum Dorong Restorative Justice

Sidang Anak Terlibat Demo Rusuh di Kediri, Penasihat Hukum Dorong Restorative Justice Penasihat hukum terdakwa, Mohamad Rofi'an (kiri) bersama timnya saat melihat barang-bukti. Foto: Ist

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri kembali menggelar sidang lanjutan perkara demo yang berujung pada pembakaran dan penjarahan kantor pemerintah daerah setempat serta dewan, Kamis (25/9/2025). 

Sidang ini melibatkan empat anak di bawah umur sebagai terdakwa dan dipimpin oleh Hakim Tunggal Anak, Kiki Yuristian, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari pihak terdakwa.

Penasihat hukum terdakwa, Mohamad Rofi'an, menilai perkara ini seharusnya dikategorikan sebagai tindak pidana ringan. Ia merujuk pada keterangan saksi ahli yang menyebutkan nilai barang yang diambil anak-anak tersebut hanya sekitar Rp900 ribu.

“Kalau nilainya di bawah Rp2,5 juta, sesuai aturan masuk tindak pidana ringan. Tapi yang terjadi, anak-anak ini dijerat pasal pencurian berat. Padahal mereka tidak tahu harga barang, tidak tahu tulisan di plat yang diambil itu milik siapa. Hanya ikut-ikutan saja,” paparnya.

Penasihat hukum lainnya, Muhammad Ridwan Said Abdullah, menyebut aparat penegak hukum seharusnya mempertimbangkan mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (ADR) atau pendekatan restorative justice, mengingat para terdakwa masih berstatus anak.

“Klien kami hadir saat kejadian hanya ikut melihat, bukan pelaku utama. Banyak barang lain berserakan, bukan hanya plat. Jadi logikanya, perbuatan mereka tidak serta-merta bisa dikategorikan pencurian berat,” katanya.

Namun, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri, Iwan Nuzuardhi, menegaskan bahwa pasal yang diterapkan tetap mengacu pada Pasal 363 ayat 1 ke-2 KUHP tentang pencurian yang dilakukan lebih dari satu orang dalam keadaan tertentu.

“Kerugian menurut berkas mencapai Rp3,1 juta karena termasuk biaya pemasangan. Jadi bukan hanya plat saja. Atas dasar itu, kami tetap menerapkan Pasal 363, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara. Untuk anak berhadapan hukum (ABH), ancaman hukumannya separuh dari orang dewasa,” ujarnya. (uji/mar)