
KEDIRI,BANGSAONLINE.com - Aksi dugaan kekerasan Warga Binaan Pemasyarakatan terjadi di Lapas Kelas IIA Kediri.
Di mana ada seorang WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) berinisial ASP, 20 tahun, mengaku dipaksa menelan dan meminum barang-barang yang tidak lazim.
Selain itu, dikabarkan juga terjadi dugaan kekerasan seksual yang menimpa ASP.
Terkait masalah tersebut, Kepala Lapas Kediri, Solichin, menyampaikan kronologi dan langkah penanganan yang sudah dilakukan pihaknya.
Menurut Solichin, peristiwa bermula pada Rabu pagi, 27 Agustus 2025, sekitar pukul 08.20 WIB.
Saat itu, lanjutnya, petugas regu pengamanan menerima laporan dari seorang WBP berinisial ASP, 20 tahun, yang mengeluh sakit perut.
“Korban langsung kami bawa ke klinik lapas untuk diperiksa. Dari keterangan awal, ia mengaku dipaksa menelan dan meminum barang-barang yang tidak lazim,” ujar Solichin, Jumat (5/9/2025).
Mengingat kondisi korban membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, menurut Solichin, pihak lapas segera berkoordinasi dengan pengadilan dan meminta ijin untuk membawa korban ke rumah sakit, karena status korban masih tahanan titipan.
“Atas izin tersebut, sekitar pukul 15.12 WIB korban dibawa ke RSUD Simpang Lima Gumul dan kembali ke lapas pukul 16.56 WIB. Hasil pemeriksaan medis menyatakan kondisi korban stabil dan tidak memerlukan rawat inap,” jelasnya.
Terkait kabar adanya dugaan pelecehan seksual, Kalapas menegaskan berdasarkan hasil pemeriksaan medis, tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan pada area vital korban.
“Hasil ini menjadi dasar kami untuk tetap berhati-hati dalam menyampaikan informasi. Semua masih perlu proses pemeriksaan lanjutan,” katanya.
Dijelaskan Solichin, langkah tegas segera diambil terhadap WBP yang diduga melakukan pemaksaan.
“Sejak hari kejadian, pelaku langsung kami pisahkan dari blok hunian dan ditempatkan di strap cell. Itu bentuk pengamanan awal yang wajib kami lakukan,” tegas Solichin.
Setelah didalami, lanjut Solichin lagi, keesokan harinya pelaku disidangkan di hadapan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Dari hasil sidang, diputuskan menjatuhkan register F kepada pelaku, sehingga hak-hak Narapidana dicabut.
“Tidak berhenti di situ, saya juga mengusulkan pemindahan pelaku ke Lapas Nusakambangan. Namun, karena kondisi Kediri belum sepenuhnya kondusif akibat adanya aksi unjuk rasa, untuk sementara pelaku kami pindahkan ke Lapas Kelas I Surabaya, Porong,” ujarnya.
Kalapas turut memastikan kondisi korban dicek kembali.
“Sepulang dari kegiatan di RS SLG Gumul Kediri, saya langsung memerintahkan dokter klinik untuk melakukan pemeriksaan tambahan terhadap korban, khususnya pada bagian anus. Hasilnya tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan,” ungkapnya.
Menurutnya, langkah-langkah tersebut penting untuk menjaga rasa aman di dalam lapas.
“Pemindahan bukan sekadar hukuman, melainkan upaya mencegah agar peristiwa serupa tidak terulang. Kami tidak ingin ada warga binaan yang merasa takut,”terang Solichin.
Solichin memastikan kondisi korban kini semakin membaik. Hanya saja, korban perlu rawat jalan dan saat ini sudah bisa beraktivitas kembali.
"Kami berkomitmen tidak menoleransi kekerasan antar-WBP dan terus memperkuat pengawasan agar hak-hak seluruh warga binaan tetap terlindungi,”pungkas dia. (uji/van)