Dugaan Korupsi Haji 2025 Capai Rp305 Miliar, Menag Nasaruddin Klaim sudah Diklarifikasi

Dugaan Korupsi Haji 2025 Capai Rp305 Miliar, Menag Nasaruddin Klaim sudah Diklarifikasi Para pegiat anti korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) saat melaporkan dugaan korupsi penyelengaraan haji 2025 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan. Foto: IWC

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Kasus dugaan korupsi kuota haji yang diduga melibatkan mantan Meteri Agama Yaqut Cholil Qoumas belum kelar. Tapi kini muncul kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2025 di bawah Menteri Agama Prof Dr Nasaruddin Umar. 

Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa kerugiaan dugaan korupsi penyelenggaran haji tahun 2025 itu mencapai sekitar Rp305,18 miliar.

Tapi Menteri Agama RI Prof Dr Nasaruddin Umar mengklaim bahwa dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2025 itu sudah diklarifikasi.

“Sudah diklarifikasi, sudah diklarifikasi," kata Nasaruddin Umar di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (10/8/2025).

Nasaruddin enggan merinci lebih lanjut. Dia mengatakan tak ada masalah tentang pengelolaan dana haji tahun 2025.

"Sudah, sudah, enggak ada masalah," ujar Nasaruddin Umar langsung pergi.

Kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2025 di bawah Menteri Agama Nasaruuddin Umar itu mencuat ke publik setelah ICW melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih Jakarta pada 5 Agustus 2025 lalu.

Menurut Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah, ICW melaporkan dua dugaan korupsi terkait penyelenggaraan haji. Pertama, pelayanan Masyair, dan kedua, pengurangan spesifikasi konsumsi bagi jemaah haji.

“Pertama adalah layanan masyair atau layanan umum bagi jemaah haji dari Muzdalifah, dari Mina, dan Arofah. Kemudian, yang kedua berkaitan dengan pengurangan spesifikasi konsumsi yang diberikan kepada jemaah haji,” ujar Wanan dikutip Kompas.

Wana mengungkap bahwa dugaan korupsi penyelenggaraan haji itu didasarkan pada hasil investigasi ICW. Menurut dia, hasil investigasi itu diduga terjadi monopoli pasar terhadap pemilihan penyedia layanan di mana dua perusahaan dimiliki satu individu.

Menurut Wana, hal tersebut menjadi persoalan karena di dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disebutkan bahwa suatu pasar tidak boleh dimonopoli oleh satu individu.

ICW mengaku telah menghitung. Menurut dia, berdasarkan hasil penghitungannya, individu yang memiliki dua perusahaan itu menguasai pasar sekitar 33 persen dari layanan umum yang total jemaah hajinya sekitar 203.000 orang. Wana mengatakan, dalam pengadaan catering untuk jemaah haji, ICW menemukan tiga persoalan.

Pertama, makanan yang diberikan untuk jemaah haji tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 terkait dengan angka kecukupan energi.

Menurut Wana, berdasarkan Permenkes tersebut, idealnya secara umum individu membutuhkan kalori sekitar 2.100.

“Tapi, berdasarkan hasil penghitungan kami, rata-rata makanan yang diberikan oleh Kementerian Agama melalui penyedia kepada jemaah haji itu berkisar 1.715 sampai 1.765. Artinya, konsumsi yang diberikan itu tidak sesuai dengan kebutuhan gizi,” ungkap Wana.

Kedua, tutur Wana, ICW menduga adanya pungutan yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) terhadap konsumsi yang telah dialokasikan oleh pemerintah sebesar 40 Riyal.

Wana mengatakan, dari setiap makanan jemaah haji diduga terdapat pungutan sebesar 0,8 Riyal.

“Sehingga berdasarkan hasil penghitungan kami, ketika adanya pungutan, dugaan pungutan yang dilakukan oleh pegawai negeri, maka terlapor yang kami laporkan kepada KPK itu mendapatkan keuntungan sekitar Rp 50.000.000.000 (50 miliar),” kata dia.

Ketiga, ICW menemukan dugaan pengurangan spesifikasi makanan yang diterima oleh jemaah haji.

”Berdasarkan hasil investigasi ICW, konsumsi yang diberikan kepada jamaah tidak sesuai dengan gramasi yang tertera dalam kesepakatan antara Kementerian Agama dan penyedia,” tulis antikorupsi.org, wibesite ICW.

ICW melakukan simulasi dengan metode food weighing dengan menimbang komponen makanan yang diberikan, seperti nasi, lauk, dan sayur.

“Hasilnya, patut diduga terdapat pengurangan makanan yang diterima oleh jamaah haji sekitar SAR 4 atau sekitar Rp17.000-an per satu kali makan. Apabila pengurangan spesifikasi terjadi untuk katering seluruh jamaah haji, dugaan kerugian negara yang ditimbulkan akibat pengurangan konsumsi makanan tersebut mencapai Rp255,18 miliar,” tulis website itu lagi.

Nah, jika dugaan kerugian negara Rp255,18 miliar itu ditambah dengan jumlah hasil dugaan pungutan yang diperkirakan Rp 50 miliar berarti jumlah total Rp305,18 miliar. Ini belum termasuk dugaan kerugian yang lain. 

Seperti diberitakan BANGSAONLINE, penyelenggaraan haji 2025 masih berada di bawah kementerian agama yang berarti tanggungjawab Menteri Agama RI Prof Dr Nasaruddin Umar. Tapi mulai tahun 2026 mendatang penyelenggaraan haji akan ditangani Badan Penyelenggara Haji (BPH) Dr. Muchammad Irfan Yusuf (Gus Irfan).