Pengawasan Jam Malam saat Libur Sekolah Diperkuat, Pemkot Surabaya Kedepankan Edukatif

Pengawasan Jam Malam saat Libur Sekolah Diperkuat, Pemkot Surabaya Kedepankan Edukatif Wali Kota Eri saat memimpin sweeping jam malam anak.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Komitmen untuk menerapkan kebijakan jam malam bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun selama masa libur sekolah terus ditunjukkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot Surabaya).

Kebijakan ini diberlakukan mulai pukul 22.00 hingga 04.00 WIB, dengan pengawasan ketat serta mengedepankan persuasif dan edukatif.

Ida Widyawati, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APKB) Surabaya, menyampaikan bahwa penerapan jam malam merupakan wujud kepedulian Pemkot Surabaya terhadap perlindungan anak.

"Mereka dibatasi agar tidak terlibat dalam aktivitas negatif. Namun, untuk aktivitas positif, Bapak Wali Kota tetap mengizinkan, asalkan didampingi dan seizin orang tua. Jadi, pemerintah tidak serta-merta membatasi anak-anak," jelas Ida, Jumat (11/7/2025).

Selain sosialisasi, pihaknya juga melakukan pendampingan intensif terhadap anak-anak yang melanggar jam malam. Berdasarkan data DP3APKB, mayoritas anak yang berkeliaran di luar rumah setelah pukul 22.00 WIB cenderung terlibat dalam perilaku menyimpang.

"Seringkali kami menemukan anak-anak terlibat dalam minuman keras, ngelem, atau tawuran," ungkap Ida.

Untuk itu, DP3APKB juga memberikan pendampingan kepada keluarga anak-anak tersebut. Ida menjelaskan bahwa sebagian besar anak yang terlibat kasus merupakan mereka yang mencari perhatian, berasal dari keluarga tidak utuh, atau kurang mendapat perhatian di rumah.

Karenanya, Pemkot Surabaya hadir memberikan dukungan komprehensif, mulai dari edukasi spiritual, psikologis, hingga pendidikan.

"Kami juga mengedukasi orang tua tentang pola pengasuhan yang baik karena ketahanan keluarga adalah fondasi utama," terang Ida.

Terkait mekanisme penanganan pelanggaran, Ida menyebutkan dua kategori yang ditetapkan DP3APKB. Pertama, anak-anak yang tidak terlibat dalam aktivitas negatif akan dipulangkan ke orang tua.

"Orang tua diwajibkan mengisi berita acara sebagai komitmen untuk mengawasi anak mereka lebih baik," sebut Ida.

Kedua, anak-anak yang terlibat kasus seperti konsumsi miras, ngelem, atau tawuran akan dibawa ke Rumah Perubahan milik Pemkot Surabaya. Mereka akan mengikuti program edukasi selama satu minggu, melibatkan psikolog, kepolisian, serta Dinas Pendidikan.

"Meskipun durasi ini terbatas, tujuannya adalah memberikan pemahaman dan perbaikan awal," jelasnya.

Ida mengungkapkan, proses perubahan perilaku anak memerlukan kesabaran dan dukungan orang tua. Ia mencontohkan kasus anak usia 15 tahun yang kecanduan ngelem tiga kali sehari, hingga mengalami gangguan kognitif. Anak tersebut berasal dari keluarga single parent yang kurang perhatian.

"Beruntungnya, kami memiliki jaringan yang solid dengan BNN, sehingga anak tersebut bisa direhabilitasi secara jalan. Kami berharap rehabilitasi ini memberikan hasil yang baik, meskipun membutuhkan waktu dan ketelatenan orang tua," tambahnya.

Kegiatan pengawasan jam malam dilakukan secara rutin dengan menggandeng Satpol PP. Kebijakan ini diperkuat dengan terbitnya Surat Edaran Wali Kota Surabaya Nomor 400.2.4/ 12681/ 436.7.8/2025 tentang Pembatasan Jam Malam bagi Anak.

Penjangkauan dilakukan tanpa pemberitahuan terbuka untuk menjangkau seluruh wilayah, termasuk gang kecil dan tingkat RW. Kolaborasi melibatkan Polres, RT/RW, NGO, serta LSM yang fokus pada isu perempuan dan anak.

"Kami mengapresiasi kekompakan lintas sektor di Surabaya yang bergerak cepat dan tanpa biaya tambahan," tegas Ida.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya, Yusuf Masruh, menegaskan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, dan lingkungan. Menurutnya, Dispendik telah menyampaikan sosialisasi kebijakan ini kepada kepala sekolah dan guru.

"Kebijakan ini penting, terutama saat liburan, untuk memastikan anak-anak tetap memiliki tugas dan tanggung jawab. Kami berharap adanya pemantauan bersama antara keluarga dan sekolah untuk mendukung pendidikan anak," kata Yusuf.

Ia juga mengapresiasi pendekatan humanis Wali Kota Eri Cahyadi dalam berkomunikasi dengan anak-anak, yang membuat mereka merasa nyaman. Hal ini selaras dengan program Tujuh Praktik Baik untuk Anak Indonesia Hebat, termasuk kebiasaan tidur lebih awal setelah Salat Isya.

"Pentingnya sinergi antara sekolah dan keluarga terlihat dari kasus di mana anak-anak tidak pulang ke rumah saat liburan, namun kembali saat jam sekolah," ujar Yusuf.

Yusuf menekankan pentingnya konsistensi dalam membangun karakter anak. Di sekolah, anak-anak diajarkan tanggung jawab, kebersihan, dan ibadah. Dispendik mendorong agar nilai-nilai tersebut juga diterapkan di rumah.

"Manajemen sekolah dan kelas harus bersinergi dengan manajemen keluarga. Pola asuh yang teratur, seperti istirahat setelah sekolah, mengaji setelah Ashar, belajar setelah Magrib, dan bangun pagi, harus disinkronkan antara sekolah, orang tua, dan lingkungan RT/RW," jelasnya.

Ia menambahkan, Balai RW bisa dimanfaatkan sebagai ruang kegiatan anak yang positif. Karang Taruna juga didorong untuk mengembangkan talenta anak muda.

Di Balai RW, Dispendik telah menyiapkan program seperti di antaranya "Sinau Bareng" (belajar bersama) dan "Ngaji Bareng" (mengaji bersama). Yusuf mengaku prihatin melihat anak-anak yang lebih memilih nongkrong di warung kopi.

"Kami berharap lingkungan dapat bersinergi dengan program sekolah yang telah dirancang dan dilanjutkan oleh orang tua," imbuhnya.

Selain itu, Yusuf mengungkap bahwa Dispendik Surabaya juga aktif terlibat dalam penjangkauan jam malam untuk memastikan keselarasan program pendidikan dengan kebijakan pemerintah.

"Kami juga menekankan pentingnya membangun karakter agama pada anak, di samping kemampuan akademik atau bakat lainnya," ujarnya.

Menjelang tahun ajaran baru, Dispendik Surabaya berencana menggelar pertemuan dengan orang tua untuk menyampaikan program sekolah dan jadwal aktivitas anak. Yusuf menekankan pentingnya untuk mengkomunikasikan aktivitas anak setelah pulang sekolah kepada orang tua.

"Kami berharap semua pihak, baik orang tua maupun lingkungan memahami bahwa anak-anak adalah tanggung jawab bersama. Edukasi memang pahit di awal, tetapi manis di masa depan," pungkasnya. (ari/rev)