Uniska dan Dinas Perikanan Kabupaten Kediri Deklarasikan Sekolah Pemberdayaan Rakyat

Uniska dan Dinas Perikanan Kabupaten Kediri Deklarasikan Sekolah Pemberdayaan Rakyat Uniska bersama Dinas Perikanan Kabupaten Kediri, saat mendeklarasikan SPR atau Sekolah Pemberdayaan Rakyat. Foto: Ist

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri bersama Dinas Perikanan Kabupaten Kediri, mendeklarasikan pembukaan Sekolah Pemberdayaan Rakyat (SPR) bagi para pembudidaya perikanan, Senin (16/6/2025).

Kegiatan yang berlangsung di Aula Gedung E lantai II Uniska ini mengusung tema 'Meningkatkan Kapasitas Pembudidaya Ikan melalui SPR: Edukasi, Aksi, Produksi'.

Sebanyak 90 pembudidaya dari 3 kecamatan di Kabupaten Kediri yaitu Wates, Banyakan, dan Pare, mengikuti kegiatan ini sebagai bagian dari upaya membangun ketahanan pangan melalui pendidikan dan kolaborasi lintas sektor. 

Dari setiap kecamatan diwakili 30 peserta yang terdiri atas 9 wali (DPPI, Dewan Perwakilan Pembudidaya Ikan) dan 21 anggota.

Dalam sambutannya, Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Kediri, Elok Etika, menyampaikan harapan besar terhadap keberlangsungan program ini. Ia menegaskan bahwa program SPR atas inisiasi dinas perikanan yang bekerjasama dengan Uniska Kediri, harus menjadi pendorong kemajuan sektor perikanan di Kabupaten Kediri.

“Kami berharap perikanan di Kabupaten Kediri semakin eksis dan menjadi sektor yang kuat dan berdaya saing. Sebagai informasi bahwa pada tanggal 22 Juni akan kami gelar soft launching Bursa Ikan Kabupaten Kediri,” ujarnya.

Bursa ini, lanjut Elok, nantinya akan menjadi ruang temu antara pembudidaya, pasar, dan inovasi, serta membuka akses ekonomi lebih luas bagi masyarakat.

"Melalui deklarasi bertema edukasi, aksi, dan produksi ini, Uniska Kediri dan Dinas Perikanan Kabupaten Kediri meneguhkan komitmen untuk membentuk pembudidaya perikanan yang cakap, mandiri, dan siap menjadi bagian dari perubahan sosial-ekonomi di akar rumput. Ini bukan sekadar program pelatihan, melainkan langkah strategis membangun masa depan Indonesia dari desa-desa yang berdaya dan terdidik," paparnya.

Sedangkan, Kepala LPPM Uniska Kediri, Ertika Fitri Lisnanti, mengatakan bahwa keberhasilan SPR akan terlihat dari besarnya transformasi yang dialami para pembudidaya, baik dari sisi pola pikir, keterampilan teknis, maupun semangat kolektif.

“SPR adalah ruang belajar dan bertukar peran. Pembudidaya ikan adalah garda terdepan ketahanan pangan nasional. Melalui kolaborasi ini, kita bisa menciptakan perubahan yang nyata,” ucapnya.

Ia menambahkan, deklarasi ini berbeda dari biasanya karena langsung dilanjutkan dengan penyampaian materi dan diskusi.

Terdapat 3 materi yang akan disajikan dalam deklarasi kali ini, yaitu materi tentang SPR oleh Muladno; materi tentang Bela Negara oleh Christony K., (Dosen Bela Negara, Uniska Kediri); dan materi Kelembagaan oleh Erlin Widya Fatmawati, (Dosen Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Uniska Kediri).

SPR, kata Ertika, akan dijalankan selama tujuh bulan, terdiri atas satu bulan tahap observasi yang ditutup dengan deklarasi dan pembentukan dewan perwakilan pembudidaya ikan, serta 6 bulan penyampaian materi dan kegiatan pendampingan komunitas pembudidaya ikan.

Menurut dia, kegiatan ini dilakukan oleh tenaga ahli dan mahasiswa Uniska untuk memastikan kurikulum SPR tersampaikan dan dapat terserap oleh komunitas pembudidaya ikan. Di akhir kegiatan pendampingan akan dilaksanakan evaluasi dan ujian bagi komunitas pembudidaya ikan.

"Bagi komunitas yang dinyatakan lulus akan diwisuda dan tergabung dalam organisasi yang lebih luas, yaitu SASPRI, Solidaritas Alumni SPR Indonesia yang menghimpun alumni SPR seluruh Indonesia," katanya.

Sementara itu, Muladno sebagai penggagas SPR dan Guru Besar IPB menekankan pentingnya sinergi antara ilmu dan pengalaman dalam pemberdayaan masyarakat.

“Orang yang punya ilmu harus dikawinkan dengan orang yang punya pengalaman. Dosen menjadi pintar mengelola, pembudidaya menjadi paham secara teori,” tuturnya.

Menurut dia, ketahanan pangan hanya bisa terwujud jika empat elemen utama terlibat secara aktif: pemerintah sebagai pemegang regulasi, perguruan tinggi sebagai pusat teknologi, pengusaha sebagai penyokong dana dan pasar, serta komunitas pembudidaya sebagai pelaku lapangan.

Muladno juga memperkenalkan rencana menjadikan lokasi SPR sebagai Kawasan Riset dan Inovasi Teknologi (Kawasan RISET), tempat pengembangan gagasan, promosi digital, dan pemasaran produk ikan yang lebih menarik.

Ia pun menyampaikan pesan penting kepada peserta, “Jangan merasa bisa, jangan merasa hebat, tapi hebatlah merasa. Lebih baik merasa bodoh karena itu membuka ruang belajar. Ilmu tidak pernah berhenti.” 

Kegiatan ditutup dengan ajakan kolaboratif, selama 6 bulan ke depan para peserta akan didampingi mahasiswa Uniska Kediri dan diharapkan aktif membangun organisasi pembudidaya yang kuat, adaptif, dan siap bersaing di era digital.

Rektor Uniska Kediri, Bambang Yulianto, menyatakan SPR menjadi bagian penting dari kontribusi universitas dalam pendidikan berbasis masyarakat.

“SPR penting bagi Uniska karena kita unggul di bidang peternakan, perikanan, dan agribisnis. Saat ini kami sedang menyiapkan Agro Techno Park sebagai ruang mahasiswa mengembangkan potensi dan kualitasnya,” ungkapnya.

Ia juga menegaskan bahwa program ini sejalan dengan komitmen Uniska menjaga excellent in quality dan penjaminan mutu pendidikan secara ketat. 

“SPR adalah ujung tombak pemberdayaan masyarakat. Kehadiran para peserta hari ini sangat berarti, tidak hanya bagi masyarakat tapi juga untuk penguatan posisi UNISKA sebagai kampus berdampak," paparnya. (uji/mar)