
JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Ternyata polemik nasab hingga sekarang belum juga mereda. Bahkan justru marak kembali setelah muncul surat instruksi dari PBNU bernomor 3975/Juni/2025 terkait nasab.
Konflik tak berujung itu membuat banyak pihak prihatin dan gerah. Mukhlas Syarkun, aktivis NU, mengecam ke dua belah pihak, baik kubu Kiai Imaduddin Usman Al Bantani maupun para habaib yang selalu membanggakan nasab atau keturunan Rasulullah SAW.
“Polemik nasab, jika diamati aktornya adalah pihak pihak yang dua-duanya gragas nasab, dua-duanya ingin dapat pengakuan sebagai dzuriyah nabi. Cuma yang satu jalur Ubaidillah yang satu lagi pembatal nasab. Seperti Kiai Imad juga ingin diakui dzuriyah nabi, cuma muter-muter dulu lewat Walisongo,” kata Mukhlas Syarkun kepada BANGSAONLINE, Ahad (15/6/2025).
Gragas adalah bahasa Jawa yang artinya kemaruk atau serakah.
Menurut Mukhlas, dampak dari polemik nasab yang tak kunjung berakhir itu telah menimbulkan efek sangat negatif di kalangan warga NU.
“Telah timbul sikap rasis dan berbangga diri atas kelompoknya,” kata penulis buku Ensklopedi Gus Dur yang alumnus University Malaya Malaysia itu.
“Karena itu PBNU sudah benar membuat surat ederan agar warga NU tidak terseret dalam pusaran yang berpotensi pecah belah dan sikap gragas nasab yang merupakan prilaku primitif,” tegas pria asal Lamongan Jawa Timur itu lagi.
“Sebagai Rais ‘Aam memang harus menjaga ijma nasab Ba’alawi, itu ijma’ sambung, sementara Kiai Imad melawan ijma dengan sedikit arogan,” tambah Mukhlas Syarkun yang pendiri NU Cabang Istimewa Malaysia.
Menurut Mukhlas Syarkun, mestinya jika punya penelitian ilmiah, Kiai Imad harus menjaga etika karya ilmiah yang tetap menghargai pendapat yang berbeda, bukan distigma dosa dan sebagainya.
“Tradisi ikhtilaf di NU sudah pakem saling menghargai,” tegas Mukhlas yang juga penulis buku Ensklopedi Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy'ari.
Mukhlas menilai Kiai Imad cenderung beraliran kanan. “Mungkin Kiai Imad dibesarkan dalam tradisi FPI sehingga begitu main mutlak mutlakan,” kata Mukhlas Syarkun.
Yang dimaksud FPI adalah organisasi Front Pembela Islam (FPI) yang sudah dibubarkan semasa Presiden Jokowi. FPI dipimpin Riziq Shihab, tokoh Ba’alawi atau etnis Arab, yang pernah mencaci Gus Dur buta mata buta hati. Riziq Shihab juga menghina bangsa Indonesia dengan mengatakan berhidung pesek.
Seperti diberitakan berbagai media, Rais ‘Aam Syuriah PBNU KH Miftahul Akhyar mendapat kecaman dari berbagai pihak karena dianggap membela Baalawy.
Kiai Miftah – panggilan Kiai Miftahul Akhyar -bersama para pimpinan PBNU yang lain mengeluarkan surat instruksi, yang salah satu poinnya minta agar para fungsionaris NU di seluruh Indonesia tidak terlibat dalam organisasi Perjuangan Walisongo Indonesia-Laskar Sabilillah (PWI-LS) yang dipimpin Muhammad Abbas Billy Yachsi. PWI-LS adalah salah satu organisasi yang membela Kiai Imaduddin.
Ternyata surat instruksi PBNU yang sejatinya untuk meredam polemik nasab itu justru memicu konflik baru. Bahkan para pendukung Kiai Imaduddin dan Kiai Abbas bereaksi mengecam Kiai Miftah.
Bahkan beberapa kiai atau ulama NU juga menyayangkan sikap PBNU yang dianggap tak bijak dan tidak bisa ngemong kader NU. Kiai Miftah dinilai memusuhi Kiai Imaduddin dan Kiai Abbas yang merupakan kader NU sendiri
Sampai berita ini ditulis caci maki terhadap Kiai Mifitachul Akhyar dan elit PBNU lainnya terus berlangsung, baik di media mainsteram maupun media sosial.