
MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Forum Jaminan Sosial (Jamsos) Pekerja dan Buruh menyatakan penolakan tegas terhadap rencana implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) satu ruang perawatan yang akan berlaku pada 1 Juli 2025.
Kebijakan ini dinilai berpotensi menurunkan kualitas layanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), khususnya pekerja dan buruh.
Sebagai wadah lintas serikat pekerja tingkat nasional, Forum Jamsos Pekerja dan Buruh mengkritik keras absennya pelibatan masyarakat pekerja dalam perumusan kebijakan KRIS.
Dalam siaran pers yang diterima hari ini, mereka menekankan bahwa penghapusan sistem kelas 1, 2, dan 3 di layanan rawat inap JKN dapat mempersempit akses terhadap layanan kesehatan serta menurunkan kualitas perawatan.
Koordinator Forum Jamsos Pekerja dan Buruh, Jusuf Rizal, menegaskan bahwa pekerja dan buruh memiliki hak atas layanan rawat inap kelas 1 atau 2 dengan jumlah tempat tidur antara satu hingga tiga.
Jika nantinya jumlah tempat tidur meningkat menjadi empat dalam satu ruang, maka kualitas layanan bagi pekerja dan keluarganya dapat menurun.
Selain itu, Forum Jamsos Pekerja dan Buruh juga menilai bahwa kebijakan KRIS dapat meningkatkan pengeluaran pribadi peserta JKN, yang mungkin terpaksa membayar selisih biaya untuk mendapatkan layanan lebih baik.
Mereka juga mengkhawatirkan dampak kebijakan ini terhadap kondisi keuangan JKN, terutama jika sistem iuran tunggal bagi peserta mandiri tidak sesuai dengan prinsip gotong royong sebagaimana diamanatkan oleh UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Penolakan terhadap KRIS juga mendapat dukungan dari Tulus Abadi, Pengamat Perlindungan Konsumen dan Kebijakan Publik sekaligus Penggagas Forum Konsumen Indonesia (FKI).
Menurutnya, kebijakan KRIS satu kelas akan merugikan peserta JKN, terutama dari sisi pembiayaan. Ia menyebut bahwa peserta kelas 3 nantinya harus naik ke kelas 2, yang berdampak pada kenaikan iuran dan menjadi beban bagi kelompok ekonomi bawah.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional, Nunung Nuryartono, menyatakan apresiasi terhadap aspirasi Forum Jamsos Pekerja dan Buruh serta Konfederasi Serikat Pekerja.
Menurutnya, penerapan regulasi masih terus berproses, dan kebijakan yang dihasilkan diharapkan tidak menimbulkan kegaduhan maupun mengurangi manfaat layanan JKN.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timbul Siregar, juga memahami keberatan yang disuarakan oleh Forum Jamsos Pekerja dan Buruh.
Ia menyoroti keterbatasan fasilitas rawat inap yang belum siap menghadapi kebijakan KRIS satu kelas, yang berpotensi menyebabkan peserta JKN kesulitan mendapatkan ruang perawatan dan beralih menjadi pasien umum non-JKN.
Dengan berbagai kritik dan kekhawatiran yang muncul, Forum Jamsos Pekerja dan Buruh bersama sejumlah pemangku kepentingan mendesak pihak berwenang untuk mengkaji ulang kebijakan KRIS agar tidak merugikan pekerja dan peserta JKN secara keseluruhan. (ris/mar)