Oleh: Mukhlas Syarkun
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Ibu Kota Nusantara (IKN) kembali menjadi sorotan. Publik mulai mencari jejak tentang landasan hukum IKN itu dibangun. Celakanya, ternyata masuk kategori program atau proyek “illegal” (karena tidak tercantum dalam visi misi presiden). Mestinya DPR tidak membahasnya sehingga tidak terbit UU IKN.
BACA JUGA:
- Menteri AHY Terbang ke IKN Hadiri Renungan Suci HUT RI ke-79
- Usai Sidang Tahunan DPR RI, Menteri AHY Bertolak ke Kaltim Hadiri Upacara HUT RI ke-79
- Kenakan Pakaian Adat Sulsel, Menteri AHY Hadiri Upacara Penurunan Bendera Merah Putih di IKN
- SIG Pamerkan Aplikasi Semen Hijau dan Solusi Beton Berkelanjutan di IKN
Dari segi pendanaan, IKN juga masuk kategori pendanaan yang manipulative. Sebab ketika mengumumkan IKN, Presiden Jokowi menyatakan bahwa akan dibiayai oleh investor, dan hanya sedikit saja dari APBN. Kenyataannya hingga sekarang tidak ada investor. Mestinya prpyel itu dihentikan sampai datangnya investor. Tapi tetap dijalankan dengan mengambil dana APBN.
Tentu mengganggu pos-pos lain yang lebih urgen. Maka konsekuensinya naiknya pajak, tingginya UKT (sehingga banyak mahasiswa yang tidak daftar ulang), gizi buruk yang kemudian diikuti oleh laporan lambanya IQ rakyat Indonesia.
Keadaan ini mencerminkan indikator kemunduran, terutama akibat minimnya pos anggaran, akibat disedot IKN.
Ironisnya, IKN diopinikan sebagai simbol kemajuan bangsa Indonesia, karena mampu membuat ibukota bertaraf dunia.
Ini tentu makin kontra produktif. Apalagi IKN dibangun dengan membabat ribuan hektar hutan. Sementara simbol kemajuan sekarang bukan karena mampu membangun, tetapi mampu merawat ekosistem alam sekitar mengingat dunia dihadapkan pada kecemasan global perubahan iklim.
Klik Berita Selanjutnya