NGANJUK, BANGSAONLINE.com - DPRD Nganjuk berharap agar berbagai bentuk pungutan sekolah ditiadakan saat memasuki tahun ajaran baru 2015-2016. Untuk mewaspadai berbagai bentuk biaya yang dikenakan kepada peserta didik baru, maka DPRD Nganjuk melaksanakan hearing, Rabu (3/6). Hearing ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua III DPRD Nganjuk Sumardi SH, bersama Komisi A dan Komisi D, Dikporada Kabupaten, dan LSM Sintara Institut.
Wakil Ketua III DPRD Nganjuk Sumardi mengatakan, ada berbagai keluhan dan laporan yang telah diterima melalui Komisi D, bahwa ternyata masih ada bentuk pungutan yang sifatnya sukarela. Bahkan ada laporan tentang tidak diberikannya ijasah sebelum melunasi biaya yang harus dilunasi.
Hal tersebut sangat membebani siswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. “Dengan adanya hearing ini, maka saya berharap permasalahan pungutan yang terjadi bisa dihilangkan,” kata Sumardi, kepada BANGSAONLINE.com, Rabu (3/6).
Dijelaskan Sumardi, berdasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2011 Tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan adanya larangan memungut biaya pendidikan dari siswa, tapi hal ini masih terjadi kasus pungutan di sekolah.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan, pungutan diperbolehkan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat atau swasta. “Saya menerima laporan hasil temuan yang di sampaikan LSM Sintara Institut, ada 39 laporan temuanya,” jlentrehnya.
Menurutnya, dari hasil hearing ini nantinya setidaknya ada titik temu agar berbagai bentuk pungutan di sekolah negri bisa hilang, bila perlu nantinya akan dibuatkan perda tentang pendidikan.
Sedangkan Ketua LSM Sintara Institut Gundi Sintara mengatakan, dari hasil temuan yang sudah dilakukan merupakan bentuk investigasi di lapangan, dari 39 temuan dan ada 11 item yang biasa dan sering dilakukan yaitu SPP, pembangunan gedung, les, seragam sekolah, daftar ulang, buku LKS, iuran ultah sekolah, uang amal, ujian pra semester, dan tour sekolah.
“Yang menjadi pertanyaan dengan adanya BOS, kenapa masih meminta uang dari orang tua murid,” kata Gundi.
Diketahui, dalam pendidikan ada tiga jenis biaya. Yakni biaya operasional yang sudah ditutupi Biaya Operasional Sekolah (BOS), biaya personal merupakan tanggung jawab siswa dan orang tua dan biaya investasi.
Pada dasarnya, pungutan tidak diperbolehkan sama sekali di sekolah negeri. Untuk tingkat SD, SMP, maupun SMA dan sederajat tidak boleh. Namun demikian, sekolah boleh menerima sumbangan dari masyarakat, sebagai dana partisipasi masyarakat yang mampu.
Ketua Komisi D Karyo menghimbau, orang tua harus mengenali ciri sumbangan dan pungutan. Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang atau barang atau jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan.
Sedangkan sumbangan, bersifat sukarela, tidak mengikat, besarannya tidak ditentukan.Jika mengetahui ada ciri pungutan di sekolah negeri, masyarakat bisa mengadukan ke Komisi D DPRD Nganjuk. “Sebagai tindak lanjutnya, DPRD akan memanggil Dinas Pendidikan dan memperingatkan sekolah agar tidak melakukan pungutan,” tandas Karyo. (bam/sta)