"Melihat tingkat keberhasilan yang tinggi, upaya konservasi ini perlu ditingkatkan dalam skala yang lebih besar lagi serta dapat menjadi edukasi bagi masyarakat tentang pembudidayaan ikan bilih di luar habitatnya," imbuhnya.
Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy mengapresiasi upaya pelestarian ikan bilih yang dilakukan oleh SIG bersama LPPM UBH.
Menurutnya, konservasi ikan bilih di luar habitatnya tidak mudah dilakukan. Tingkat kegagalannya sangat besar.
"Bahkan pada tahun 2020, status ikan bilih dinyatakan hampir punah. Harusnya, dengan status yang hampir punah, ikan bilih ini harus lebih mahal dibandingkan ikan salmon di restoran Jepang," kata Audy Joinaldy.
Sementara itu, Rektor UBH, Tafdil Husni, mengatakan keterlibatan UBH dalam konservasi ikan bilih merupakan suatu bentuk kontribusi UBH melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) yang didukung oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Apalagi, status ikan bilih Danau Singkarak pada tahun 2020 menuju kepunahan.
Menurut Tafdil Husni, hasil dari penebaran ikan bilih dinilai akan luar biasa terhadap ekonomi nelayan bilih Danau Singkarak.
Sebagai contoh, dari 1.500 ekor ikan bilih yang disebar dan di dalamnya ada 800 ekor betina, maka masing-masing betina akan mempunyai 3.000 telur.
Jika dikalkulasikan, maka jumlahnya akan ada 2,4 juta ekor ikan bilih yang akan berkembang biak. Kemudian, untuk 1 juta ekor ikan bilih, sama dengan 5.000 kg.
"Sekarang ini harga ikan bilih Rp50 ribu. Kalau kita perhitungkan lagi dalam setahun, maka jumlahnya bisa mencapai Rp250 juta. Ini untuk 1 juta ekor ikan yang dihasilkan dari 800 ikan bilih betina yang disebar hari ini. Apalagi kalau hitungan kertasnya 2,4 juta, tentu hasilnya ada sekitar Rp600 juta per tahun. Makanya, mari sama-sama kita jaga kelestarian ikan bilih ini, supaya bisa berkembang dengan baik di habitat aslinya ini," pungkas Tafdil Husni. (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News