GRESIK, BANGSAONLINE.com - Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KB3PA) Gresik menggelar diskusi dengan awak media di kantor dinas KB3PA setempat di Jalan Dr. Wahidin, SH, Kebomas (28/6/2022).
Diskusi kali ini mengambil tema, "Pemberitaan Ramah Anak". Diskusi tersebut menghadirkan nara sumber Wakil Ketua Bidang Pendidikan PWI Jatim Wahyu Kuncoro.
BACA JUGA:
Dalam diskusi itu di antaranya adalah dugaan pencabulan terhadap anak seperti kasus di Desa Mriyunan, Kecamatan Sidayu yang sempat viral. Dan kasus-kasus serupa lain. Termasuk penegak hukum dari Aparat Penegak Hukum (APH).
Ketua Komunitas Anak Gresik (KAG) Marsa yang hadir dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa pemberitaan terhadap anak yang tersandung kasus hukum atau menjadi korban kasus hukum seperti tindak pidana pencabulan membuat anak trauma secara psikis (psikologi).
"Anak menjadi tak berani keluar rumah, tak berani sekolah, tak berani bergaul," ungkapnya.
Untuk itu, Marsa meminta agar dalam pemberitaan benar-benar melakukan perlindungan terhadap anak. Misal tak menyebut nama anak dalam pemberitaan, alamat dan seterusnya.
"Saya minta dalam pemberitaan tolong anak dilindungi, biar tak makin trauma secara psikis," pintanya.
Ia juga minta dalam pemberitaan pencabulan anak, pelakunya yang bukan kategori anak, yang lebih diekspos, ditekankan agar publik tahu dan mendapatkan hukuman setimpal. "Saya minta pelakunya yang di-blow up, diekspos," tegasnya.
Diskusi tersebut juga dikupas panjang lebar soal beredarnya video kasus dugaan pencabulan anak di Desa Mriyunan. Bahwa, penegakan hukum pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) harus ditegakkan.
Para awak media yang ikut diskusi itu mengungkapkan bahwa wartawan yang melakukan peliputan kasus anak di Gresik sudah memenuhi standar produk jurnalistik.
"Misalnya, penyebar circuit closes television (CCTV) kasus anak di Desa Meriyunan, Kecamayan Sidayu yang tersebar luas di media sosial (medsos). Pelaku atau penyebarnya harus segera ditangkap oleh aparat penegak hukum (APH)," ucap Muhammad Zaini, salah satu wartawan peserta diskusi.
Dengan video yang tersebar itu pelakunya dengan menggunakan medsos sudah melanggar Pasal 32 UU ITE. Agar setiap kejadian penyebarnya harus ditangkap sebagai shoctherapy dengan harapan tidak terulang.
"APH jangan hanya menindak pelaku pelecehan secara fisiknya saja. Karena penyebar videonya termasuk melakukan teror pesikisnya anak. Mereka harus ditindak," pintanya.