GoFood, Napas Baru Wartik Saat Pandemi

GoFood, Napas Baru Wartik Saat Pandemi Wartik, pemilik "Warung Nasi Campur Babe" saat menyerahkan pesanan kepada driver Gojek untuk diantar kepada pelanggan.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali. Kalimat itu cocok bagi UMKM, seperti warung maupun PKL, yang ingin merambah pasar online untuk mengembangkan usahanya. Maka, beruntunglah mereka yang mengambil inisiatif lebih dulu untuk beralih ke market online. Apalagi sejak pandemi Covid-19 melanda bangsa ini, pada Maret 2020.

Pandemi telah mengubah segala sendi-sendi kehidupan menjadi serba nirkontak. Termasuk dalam hal transaksi. Apa pun. Salah satunya adalah membeli makanan dan minuman. Resto-resto di mal, hampir semuanya telah melayani pembelian online. Begitu pun warung, sangat banyak yang kini berjualan melalui online.

Mau tidak mau, mereka harus mulai belajar mengikuti perkembangan teknologi, berjualan melalui handphone. Salah satunya melalui yang ada di platform aplikasi . layanan pesan antar yang menyediakan beragam kuliner itu memang memberikan ruang bagi siapa pun untuk bisa berjualan makanan dan minuman secara daring.

Warung-warung yang selama ini hanya melayani pembelian secara langsung, semakin banyak yang ikut membuka ‘lapak’ di . Lihat saja menu yang ada di aplikasi , mulai dari restoran bintang 5, hingga sekadar warung kopi, ada di sana.

Mereka sangat terbantu dengan menjadi mitra . Khususnya pelaku UMKM seperti warung. Salah satunya Wartik, pemilik warung yang berjualan aneka masakan rumahan. Janda dengan dua anak ini bersyukur jualannya jalan lagi semenjak bergabung menjadi mitra . Sebab, selama pandemi warungnya sangat sepi.

Sebelum pandemi, biasanya ada saja mahasiswa atau mahasiswi yang makan di warungnya. Maklum, Warung Nasi Campur Babe milik Wartik ini berjarak hanya 75 meter dari salah satu universitas negeri terkemuka. Namun sejak kampus menerapkan pembelajaran daring, mahasiswa/mahasiswi yang selama ini tinggal di kos-kosan sekitar warung miliknya, banyak yang pulang ke kota masing-masing.

“Bisa mengantongi uang Rp50 ribu saja sudah alhamdulillah, karena mahasiswa banyak yang pulang,” ujar Wartik, Senin (25/10). Ia bahkan mengaku sering merugi, karena masakannya tak laku.

Namun sejak bergabung , perlahan omzetnya kembali meningkat. Ada saja orderan yang masuk melalui aplikasi , meskipun hanya sekadar es teh, atau es kemasan yang dibungkus plastik.

“Senang sekali saat Hp saya bunyi, ada orang pesan (melalui aplikasi ),” ucapnya.

Perempuan asli Bojonegoro ini sebenarnya sudah lama ingin bergabung menjadi mitra , sejak sebelum pandemi. Hanya saja, dia tidak tahu caranya. Wartik mengaku sudah meminta putranya untuk mendaftarkan warungnya ke . Namun, sang anak ternyata juga tidak tahu caranya.

Bahkan ia pernah meminta putranya untuk mendatangi kantor , untuk mencari informasi tentang cara bergabung menjadi mitra . “Tapi anak saya waktu itu tidak mau, karena khawatir saya tidak bisa mengoperasikan aplikasinya. Saya memang gaptek,” ujarnya polos.

Nah, saat pandemi Covid-19 melanda sejak tahun lalu, Wartik benar-benar merasakan dampaknya. Warungnya semakin sepi. Apalagi saat itu pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Warungnya hanya bisa buka sampai sore hari. Biasanya, Wartik memang membuka warungnya hingga pukul 21.00 malam. Namun, khusus malam hari, ia hanya menjual minuman seperti kopi, teh, dan es kemasan.

“Waktu awal-awal PSBB itu saya hanya bisa buka sampai sore, karena kan dibatasi. Pernah waktu itu saya buka sampai malam hari, tapi terus diobrak Satpol PP,” ceritanya.

Melihat kondisi warungnya yang semakin sepi itulah, keinginan Wartik untuk bisa berjualan melalui semakin menggebu-gebu. Dia mengakui di masa pandemi seperti ini tidak bisa hanya mengandalkan jualan secara luring. Apalagi saat pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4, seluruh tempat makan mulai restoran hingga warung dilarang menyediakan makan di tempat.

Ia pun akhirnya memaksa sang anak untuk mendaftarkan warungnya menjadi mitra . “Saya paksa anak saya agar mendaftarkan warung ke , bagaiamana pun caranya, karena kondisi ekonomi yang semakin terdesak,” tuturnya.

Setelah mencari informasi ke sana ke mari, Warung Nasi Campur Babe milik Wartik akhirnya bisa bergabung sebagai mitra . Sejak tiga bulan yang lalu. “Anak saya minta bantuan temannya agar bisa daftar (),” kata Wartik.

Dari kisah Wartik itu, kiranya penting bagi aplikasi layanan pesan antar makanan seperti , atau lainnya, untuk mempermudah akses informasi, khususnya kepada warung dan PKL, terkait cara mendaftar sebagai mitra . Mungkin di benak kita terlintas, “tinggal cari di Google caranya mendaftar”. Tapi nyatanya, perempuan seperti Wartik tetap kesulitan mendaftar.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO