Komisi D DPRD Gresik Minta Dinkes Tindak Tegas Klinik Kesehatan IIegal

Keberadaan klinik dan tempat kesehatan ilegal tersebut telah banyak membawa korban pasien. Gara-gara pasien berobat di tempat pengobatan ilegal tersebut, ada pasien yang penyakitnya kian parah, ada pasien yang mengalami cacat permanen, bahkan ada pasien yang meninggal dunia.

Maraknya klinik ilegal dan tempat kesehatan ilegal, lanjut Mujid, karena beberapa faktor. Di antaranya, minimnya pengetahuan masyarakat, khususnya yang berada di perdesaan akan sarana kesehatan yang benar dan memiliki izin lengkap dan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Dinkes setempat. Sehingga, para pemilik tempat-tempat pengobatan ilegal itu merasa aman-aman saja dalam menjalanakan aktivitas pengobatan, meski mereka menyadari kalau tempat praktek mereka itu tidak berizin.

“Saya rasa Dinkes mengetahui keberadaan klinik kesehatan ilegal tersebut, tapi mengapa Dinkes terkesan lakukan pembiaran. Komisi D khawatir kian menjamurnya tempat klinik ilegal yang tidak kunjung ditindak, karena ada tengara oknum pegawai atau pejabat di lingkup Dinkes yang barmain,” terangnya

Komisi D tambah Mujid pernah lakukan pengecekan ke beberapa tempat klinik ilegal yang jumlahnya puluhan. Kala itu, Komisi D memertanyakan kepada para pemilik klinik, kenapa izin tidak diurus. Apa jawab mereka? Menurut Mujid, pemilik klinik kesehatan dan tempat pengobatan tersebut mengaku dipersulit oleh Dinkes dalam pengurusan izin operasional.

Kondisi tersebut yang mengakibatkan pemilik tempat pengobatan itu nekat tetap lakukan praktek pengobatan, meski mereka sadar praktek pengobatan itu salah, karena tidak ada izinnya.

“Komisi D telah banyak menerima pengaduan dari pemilik klinik kesehatan kalau mereka dipersulit dalam pengurusan izin. Sehingga, mereka tetap lakukan praktek meski tidak mengantongi izin,” ungkap Mujid.

Untuk itu, Mujid meminta kepada Dinkes agar tidak diskriminasi dalam memberikan izin klinik kesehatan atau sarana kesehatan lain yang mengajukan izin operasional. Kalau semua persyaratan yang harus disiapkan sudah lengkap dan sesuai prosedur, Dinkes harus memberikan izin. Tidak peduli yang mengajukan izin itu masyarakat biasa, kalangan pejabat, pengusaha atau bahkan orang-orang yang tidak memiliki kedekatan dengan petinggi pemerintah.

Komisi D sendiri, kata Mujid telah banyak belajar dari munculnya kasus dugaan malapraktek di RSIA (rumah sakit ibu dan anak) Nyai Ageng Pinatih, yang membuat pasien Muhammad Gathfan Habibi (5), warga Sumber Kecamatan Kebomas koma hingga hampir 2 bulan. Usut punya usut izin RS tersebut tidak ada. Namun, setelah ditelusuri pihak rumah sakit katanya juga sudah lama mengurus izin, namun tidak kunjung keluar.

“Komisi D tidak ingin kejadian-kejadian memilukan seperti ini kembali terulang,” pungkas Mujid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO