Amang Genggong, Sang Maestro Harmonika, Aset Penting Gresik

Amang Genggong, Sang Maestro Harmonika, Aset Penting Gresik Gus Yani saat berkunjung ke kediaman Amang Genggong. foto: SYUHUD/ BANGSAONLINE

Oleh Fandi Akhmad Yani (Gus Yani)*

Kring... Kring.. Kring.. "Hallo Pak Ketua". Terdengar suara lirih dari depan kantor DPRD Gresik saat saya keluar dari kantor.

Adalah Mbah Amang Genggong. Sudah menjadi kebiasaannya setiap kali melintas di depan gedung DPRD Gresik, Mbah Amang Genggong selalu menyapa. Siapa pun yang berjumpa dengannya. Di mana saja. Kapan saja. Kalau berjumpa akan selalu disapa. Termasuk saya.

Mayoritas warga Gresik mengenalnya. Terutama, kemampuannya yang lihai dalam memainkan harmonika.

Umurnya sudah menginjak kepala delapan. Tapi semangatnya itu loh. Tak mau kalah dengan yang muda-muda. Terus mengayuh sepeda onthel kesayangannya. Berkeliling setiap hari.

Dari warung ke warung. Sekadar ingin bercengkrama. Bersama orang-orang yang dikenalnya. Dengan minuman favoritnya. Kopi hitam pekat. "Srupuuut...."

Tetapi sejak sebulan ini tak terdengar lagi suara khas itu. Di sudut kota pudak. Di tepi jalan protokol. Di keramaian warkop. "Jenengan ten pundi mbah Amang, kok mboten ketingal blas," tanya saya dalam hati.

Salah seorang anggota dewan memberitahu saya jika pak Amang sedang sakit karena terjatuh dari sepeda onthelnya itu. Ya Allah.. Ya Karim.. Benar saja. Suasana di kota santri itu lain, tak seperti biasanya. Rupanya sang maestro harmonika kebanggaan kita itu tengah tak berdaya. Tubuhnya terbaring lemas.

Kemarin malam, saya bergegas menuju jalan Nyai Ageng Arem-arem. Tepat di belakang rumah Gajah Mungkur. Saya berjalan memasuki lorong kecil. Di situlah Pak Amang menghabiskan hidupnya seorang diri.

Sehari-hari hanya ditemani sunyi. Di rumah yang berukuran mini. Namun sumbernya inspirasi. Sampai-sampai beliau berhasil menyabet piagam penghargaan dari Rekor Muri.

Di atas kasurnya yang tipis dengan spreinya yang lusuh itu, Pak Amang nampak menikmati tidurnya. Meski saya sendiri sebenarnya tidak tega. Saya menawarinya kasur yang lebih layak. Tapi beliau lebih menikmati kasur tipisnya itu. "Pripun kondisine Mbah," tanya saya.

"Durung iso sepeda'an gus," jawab mbah Amang.

"Ayo mbah kulo betoh ten rumah sakit mawon nggeh ben cepet waras," tawar saya.

"Gak usah gus, tak istirahat nak omah wae," jelas mbah Amang.

Semangat kemerdekaannya itu loh. Nampak jelas. Mengalir deras dalam darah seni mbah Amang.

Di saat tubuhnya terbaring lemas, tangannya mencoba menggapai sebuah buku. Semacam antologi.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO