Tanya-Jawab Islam: Halalkah Penghasilan Makelar Tanah?

Tanya-Jawab Islam: Halalkah Penghasilan Makelar Tanah? DR KH Imam Ghazali Said MA

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<.

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr. wb. Saya seorang guru ngaji plus makelar tanah/rumah. Biasanya saya dapat persenan dari pembeli dan penjual. Suatu ketika ada orang jual tanah seluas 1000 meter persegi, harga per meter Rp 1 juta. Si pembeli menawar Rp 900 ribu per meter. Diam-diam saya tawar itu harga ke penjual Rp 750 ribu per meter. Saya berharap untung Rp 150 ribu/meter x 1000 meter. Halalkah keuntungan itu?

Jawaban:

Pada dasarnya apa yang Bapak lakukan itu mirip dengan perantara/calo/makelar atau dalam bahasa Arabnya disebut simsaar. Dan bahkan makelar ini sudah legal dikenal sejak zaman Rasulullah saw.

Hal ini didasarkan pada sebuah hadis laporan Qois bin Abi Gorzah yang menceritakan, yang artinya: “Dulu, kami pada masa rasulullah saw menamakan diri sebagai samasirah (calo/makelar). Suatu ketika rasulullah datang menghampiri kami dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik dari calo, beliau bersabda : “Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli ini terkadang diselingi dengan kata-kata tidak manfaat dan sumpah, maka perbaikilah dengan bersedekah”. (Hr. Abu Dawud:3328)

Kemudian landasan akad (transaksi) dalam hukum fiqih bagi simsar (calo) ada tiga akad; Pertama, akad wakalah (mewakili dan mewakilkan). Dalam hal ini penjual memberikan kuasa kepada makelar untuk mewakili dirinya dalam menjualkan tanah miliknya kepada pembeli, atau sebaliknya si makelar mewakili dari pihak pembeli. Maka makelar harus menyampaikan informasi sekecil apapun kepada pihak yang memberikan kuasa dari hasil transaksi ini dan tidak boleh menyembunyikannya apalagi mengambil keuntungan.

Kedua, akad ijar (transaksi jasa). Dalam hal ini pihak penjual menggunakan jasa makelar untuk menjualkan barangnya kepada pihak pembeli yang sudah ditentukan upah atau ongkosnya terlebih dahulu atau juga pihak pembeli menggunakan jasa makelar untuk membeli barang dari penjual. Maka, makelar tugasnya hanya memberikan jasanya untuk menjual atau membeli tidak mengambil keuntungan dari transaksi tersebut.

Ketiga, akad ju’alah (transaksi sayembara). Dalam hal ini pihak penjual tidak bertransaksi kepada pihak makelar tertentu tapi kepada seluruh makelar, dengan akad barang siapa yang dapat menjualkan barangnya maka ia berhak mendapatkan sekian persen dari hasil penjualan. Maka si makelar juga tidak bermain harga penjualan, ia hanya menjualkan barang yang harga dan barangnya dari pihak penjual.

Namun apa yang Bapak lakukan tidak berdasarkan pada satu akad pun di atas, maka itu bukan dinamakan makelar, tapi menjual barang yang bukan miliknya, yang dalam istilah fiqih disebut bai’u ma la yamliku. Sebab Bapak dalam kasus di atas ingin menjual tanah (milik penjual) langsung kepada pihak pembeli, bukan sebagai perantara antara pembeli dan penjual. Karena Bapak ingin mengambil keuntungan sendiri, dan yang bisa mengambiul keuntungan sendiri itu penjual bukan makelar. Maka akad jual beli semacam ini tidak diperbolehkan oleh Rasulullah sawdan tentunya kentungannya juga tidak halal.

Hal ini didasarkan pada sebuah hadis laporan sahabat Hakim bin Hizam ra yang datang kepada rasulullah bertanya tentang itu, yang artinya: “wahai Rasulullah aku didatangi seorang laki-laki yang ingin membeli barang yang tidak kumiliki, apakah aku membelikannya dari pasar. Maka Rasulullah bersabda “ Janganlah Engkau menjual barang yang tidak Engkau miliki”. (Hr. Abu Dawud:3505). Wallahu a’lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO