ANKARA, BANGSAONLINE.com - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi keynote speaker pada forum bertajuk ‘International Forum of Women in Local Governments’ atau Forum Internasional Perempuan dalam pemerintah daerah. Acara ini diikuti sekitar tiga ribu peserta yang terdiri dari kurang lebih 27 pemimpin perempuan di dunia, politisi, akademisi, serta masyarakat dari berbagai kota di Negara Turki.
Bahkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga hadir dalam forum tersebut. Wali Kota Risma dipilih mewakili para pemimpin perempuan yang dinilai sukses dalam pemerintahan.
BACA JUGA:
- Gantikan Juliari Batubara, Wali Kota Risma Siap Dilantik Sebagai Mensos RI Rabu Besok
- Kasus Kembali Meningkat, Rumah Sakit Rujukan Covid-19 di Surabaya Hampir Penuh
- Turun ke Jalan, Risma Kembali Imbau Warga Tak Pergi ke Luar Kota Saat Libur Nataru
- Serius Tangani Covid-19, Wali Kota Risma Terima Penghargaan dari HAKLI
Dalam forum tersebut, Wali Kota Risma memaparkan keberhasilannya dalam menerapkan berbagai program pemberdayaan dan perlindungan hak-hak perempuan dalam membangun Kota Surabaya. Dari sekian banyak program yang dilakukan, Wali Kota Risma lebih banyak membahas tentang program pemberdayaan perempuan, yakni penutupan eks Lokalisasi Dolly dan Pahlawan Ekonomi (PE).
“Pada tahun pertama saya sebagai Wali Kota Surabaya 2010 lalu, itu adalah saat yang sulit, karena harus menghadapi tantangan besar. Mulai dari banjir, perbaikan lingkungan, infrastruktur, kemiskinan, sampai trafficking,” kata Wali Kota Risma di ATO Congresium, Ankara Turki, Rabu (11/12/2019).
Menurut Wali Kota Risma, untuk memecahkan masalah trafficking, harus dicari akar persoalan. Ternyata, diketahui bahwa harus menutup semua tempat prostitusi di enam lokasi Surabaya. Sebab, hampir tiap bulan, ia harus bekerja dengan pihak kepolisian untuk menangani kasus perdagangan manusia yang melibatkan perempuan dan anak-anak.
“Di situ saya mengambil keputusan serius dan berisiko menutup semua prostitusi satu per satu. Saya menyadari betapa besarnya dampak buruk terhadap kehidupan orang di sekitarnya, terutama pada anak-anak,” ujarnya.
Alhasil, penutupan eks lokalisasi mulai dilakukan sejak tahun 2012 secara bertahap. Selain memikirkan proses penutupan, wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga harus memberikan solusi bagi warga terdampak penutupan tersebut. Mulai dari pekerja seks, mucikari, penyanyi karaoke, hingga tukang parkir.
“Saya terus berjalan dengan menyiapkan mereka semua untuk dibekali pelatihan keterampilan dan memulai bisnis baru. Mengalihkan pekerjaan mereka dengan usaha yang baru,” ungkapnya.