Capai Rp 26 Miliar, DPRD Kota Batu Persoalkan Piutang Pajak Hiburan

Capai Rp 26 Miliar, DPRD Kota Batu Persoalkan Piutang Pajak Hiburan Salah satu tempat wisata di Kota Batu yang disebut turut menunggak pajak hiburan.

Ditambahkan, piutang tersebut dikatakan masih macet dan tidak dapat ditagih karena ada kesimpangsiuran dan ketidaktegasan terhadap wajib pajak. Bahkan, dalam LHP LKPD Kota Batu 2015 juga menjelaskan beberapa piutang yang menurut pemerintah merupakan piutang yang macet dan tidak dapat ditagih. Seperti pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak parkir JTP grup tahun 2004-2009 senilai Rp. 4.780.570.826 (masuk kategori macet) dan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak parkir tahun 2004-2014 senilai Rp 19.930.908.141 (masuk kategori tidak dapat ditagih) dengan total Rp 24.711.478.967.

Berdasarkan hasil konfirmasi BPK, pemerintah telah melakukan upaya penagihan piutang pajak yang macet dan tidak tertagih tersebut kepada JTP 1, JTP II, Hotel PI, dan BNS, namun tidak mendapatkan respons. Kota Batu juga belum memiliki prosedur yang jelas untuk melakukan verifikasi, validasi, dan penyelesaian piutang pajak. Sehingga piutang tersebut belum mempunyai pola penyelesaian yang jelas.

"Jika memang pemerintah yang dalam hal ini Dispenda yakin bahwa piutang sebesar 26 Miliar (2017) itu merupakan miliknya, seharusnya pemerintah melakukan upaya-upaya penegakan hukum seperti yang diamanatkan dalam Perda No. 6 tahun 2010 jo. Perda No. 2 tahun 2012 tentang Pajak Hiburan. Upaya-upaya penagihan melaui surat teguran, surat paksa, bahkan penyitaan dapat dilakukan oleh Dispenda untuk menyelesaikan ketidakjelasan status piutang pajak ini," terang Nur Ali.

Pengklasifikasian piutang macet dan tidak dapat ditagih oleh Dispenda juga tidak sesuai dengan Peraturan Wali Kota Nomor 46 Tahun 2014 bahwa piutang dapat dikatakan macet apabila memiliki kriteria umur piutang di atas 5 (lima) tahun, wajib pajak tidak ditemukan, wajib pajak bangkrut/meninggal dunia, dan wajib pajak mengalami musibah (force majeure).

Berdasarkan kriteria tersebut, obyek pajak yang digolongkan sebagai piutang macet oleh Dispenda hanya memenuhi 1 kriteria saja, yaitu usia piutang yang di atas 5 tahun. Sementara alasan lain yang digunakan oleh Dispenda adalah adanya perbedaan pengakuan piutang dengan WP.

"Tentu alasan ini tidak dapat dijadikan alasan mengenai pengklasifikasian piutang macet dan tidak tertagih. Dampak dari pengklasifikasian piutang ini tentu saja berimplikasi pada upaya penagihan, seharusnya Dispenda Kota Batu lebih mengutamakan untuk melakukan upaya-upaya paksa, bahkan sita terhadap WP yang tidak taat pajak," pungkasnya. (asa/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO