Hutan Mangrove Bedul, Destinasi Pariwisata yang ‘Hancur’ karena Tarif

Hutan Mangrove Bedul, Destinasi Pariwisata yang ‘Hancur’ karena Tarif ?Perahu gondang gandung saat mengantar wisatawan menyisir hutan mangrove atau menyeberang dari Blok Bedul ke Blok Solo, atau sebaliknya. Foto:rosihan c anwar/bangsaonline

“Jika waktunya migrasi burung, kerap burung dari Autralia memenuhi mangrove di sini,” kata Samidi, warga Desa Sumberasri yang sedang memancing ikan kakap merah anakan. “Wisatawan juga umumnya membludak. Tapi sekarang sepi. Justru sepi inilah, enak bagi kami memancing ikan,” tambah dia.

Sebelumnya, untuk mendapatkan penghasilan Rp 100 ribu, cukup ringan bagi Miskar. Tetapi, untuk saat ini, dia mengaku sangat sulit. Bahkan, perahu gondang gandung yang beroperasi setiap hari pun hanya tiga. “Sebelum tiket naik, perahu yang beroperasi ada 10. Para pemilik perahu lebih baik mengistirahatkan perahunya, karena memang pengunjung sepi.”

Susutnya pendapatan juga dialami para pemilik warung makanan. “Pendapatan kami jauh menyusut, karena jumlah wisatawan juga sangat sedikit,” kata satu penjual masakan ikan bakar.

Susutnya jumlah wisatawan ke hutan mangrove ini, tentunya mempunyai berpengaruh pada proyeksi Pemerintah Provinsi Jatim, yang menggadang-gadang Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Hutan Mangrove Bedul.

“Kami proyeksinya Pokdarwis Hutan Mangrove Bedul untuk mewakili Jawa Timur bertarung di tingkat nasional,” kata Rusmiati, Kepala Bidang Pengembangan Sumber daya Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Periwisata Provinsi Jawa Timur.

Pokdarwis ini, memang secara SDM cukup mumpuni, hanya saja, banyaknya jumlah wisatawan tentu sebagai ajang pembelajaran alami yang sangat dibutuhkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Cuaca Kurang Bersahabat, Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk Ditutup':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO