Pemerintah Daerah dan DPRD Diminta Segera Persiapkan Pembahasan KUA-PPAS

Pemerintah Daerah dan DPRD Diminta Segera Persiapkan Pembahasan KUA-PPAS Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Dr. Syarifuddin (berkacamata) didampingi Kepala BPKAD Jatim Dr. Jumadi memberikan keterangan kepada wartawan. foto: DIDI ROSADI/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kementerian Dalam Negeri () meminta Pemerintah daerah dan DPRD segera mempersiapkan diri untuk membahas Kebijakan Umum Anggaran – Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). Sebab, proses pembahasan KUA-PPAS dijadwalkan pada minggu kedua bulan Juli dengan batas waktu empat minggu.

Dirjen Bina Keuangan Daerah , Syariffudin menuturkan, proses penyusunan KUA-PPAS biasa dilakukan pada pertengahan Juni. Namun, untuk APBD 2020 mendatang KUA-PPAS dilakukan pada minggu kedua Bulan Juli.

“Jadi mundur sedikit, tapi waktu pembahasan antara TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) dengan Banggar di DPRD hanya empat minggu,” ungkap Syariffudin usai memberikan sosialisasi Permendagri 33 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2020 di kantor BPKAD Jatim, Kamis (4/7).

Syariffudin berharap waktu ini dapat dipatuhi, kendati pada tahun ini merupakan masa transisi Anggota DPRD. “Jangan sampai, periode DPRD yang akan berakhir pada September mendatang menjadi alasan pembahasan RAPBD semakin panjang. Ini penting, karena harapan kita APBD jangan sampai tertunda. Karena jika tertunda akan menunda pelayanan terhadap masyarakat,” tutur Syariffudin.

Selain perubahan dalam waktu penyusunan KUA-PPAS, pihaknya juga mengungkapkan bahwa terjadi perubahan dalam aturan penganggaran untuk lembaga inspektorat. Pada pemerintah provinsi yang APBD-nya mencapai Rp 4 triliun minimal menganggarkan minimal 0,9 persen, di atas Rp 4 triliun sampai dengan Rp 10 triliun sebesar 0,6 persen, di atas Rp 10 triliun sebesar 0,3 persen.

Sedangkan untuk kabupaten kota dengan APBD Rp 1 triliun mengalokasikan sebesar 1 persen, Rp 1 – Rp 2 triliun sebesasr 0,75 %, dan di atas Rp 2 triliun sebesar 0,5 persen dari total belanja.

“Hitungan kami, dengan kebijakan secara eksplisit mengatur anggaran untuk inspektorat ini rata-rata kenaikannya 30 – 90 persen. Walaupun ada beberapa daerah yang sebenarnya sudah di atas alokasi terendah yang diatur secara eksplisit tadi,” tutur dia.

Dengan peningkatan tersebut, pemerintah berharap lembaga inspektorat diberikan penguatan. Karena dana pusat yang ditransfer ke daerah semakin tahun semakin besar sehingga perlu pengawalan oleh institusi inspektorat ini.

“Seperti Jatim yang lebih dulu menganggarkan lebih tinggi kami anjurkan supaya tidak turun. Jangan yang sudah tinggi kemudian turun,” tandasnya lagi.

Disinggung terkait biaya operasional penunjang kepala daerah, Syariffudin menjelaskan, pemerintah yang sedang mengusulkan adanya perubahan mekanisme pertanggungjawaban. Hal ini diatur dalam RPP pengganti PP 109 tahun 2000 tentang kedudukan protokoler dan keuangan kepala daerah. Dalam RPP tersebut, kata dia, ada beberapa perubahan sekaligus penegasan terkait Biaya Penunjang Operasional Kepala daerah. RPP ini sudah diajukan kepada Presiden melalui secretariat Negara.

Peraturan tersebut memberikan penegasan tentang belanja kepala daerah. Yang sebelumnya tidak diatur secara eksplisit pemisahan antaran dana operasional dan belanja program dan kegiatan dalam RPP ini dibagi dua. Dana operasional kepala daerah diberikan secara lumpsum.

“Nilainya nanti kita tunggu saja karena saya belum bisa sebut angkanya. Tapi paling tidak ukurannya kalau wakil bupati 80 persen dari bupati, bupati 80 persen dari wakil gubernur, dan wakil gubernur 80 persen dari gubernurnya,” ungkap dia.

Lihat juga video 'Warga Kota Pasuruan Berebut Minyak Goreng Curah Saat Gubernur Jatim Pantau Operasi Pasar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO