Sumamburat: Ilegal yang Berkeabsahan

Sumamburat: Ilegal yang Berkeabsahan Suparto Wijoyo.

Peristiwa demi peristiwa yang menggambarkan penderitaan lahir batin rakyat menyembulkan komitmen kaum terdidik untuk memperkuat persatuan nasional melalui organisasi BO. Penderitaan rakyat direkam amat jelas dalam tulisan Goenawan Mangoenkoesoemo mengenai Lahirnya Boedi Oetomo (1908-1918). Terdapat telisik kejadian yang sangat miris yang menimpabangsa ini.

Diceritakan sepenuh jiwa apa yang dirasakan pendudukdi trem, di kereta api, di lapangan bola. Kaum Bumiputra mempunyai nilai tidak lebih dari keset kaki, seperti seekor anjing yang dilempari batu oleh anak-anak di jalan besar. Lebih dari itu, nestapa yang menggambarkan nasib kelam bangsa ini ditorehkan: di Hindia Belanda, rakyat menemukan caci maki.

Mereka sengaja menggunakan kata inlander untuk menyakiti hati, merendahkan, menjelekkan bahwaini adalah bangsa yang malas, bodoh, jorok, kejam, tak tahu terima kasih, dan tak berperasaan. Inilah penghinaan yang diterima leluhur kita oleh kaum kolonilais.

Atas perendahan harkat dan martabat kaum Bumiputra itulah kebangkitan dapat digelorakan dan sejurus waktu kemerdekaan dikumandangkan dengan pekik Takbir Allahuakbar yang menghantar Indonesia Merdeka di bulan Ramadhan 1366 Hijriyah. Bagi siapa saja yang kini mau menyimak jalannya sejarah bangsa ini, sudilah membaca kisah-kisah Guru Kebangsaan para tokoh yang mengerucut pada HOS Cokroaminoto, tentu semakin menghormatinya, terutama penghormatan kepada kaum ulama, cendikia yang mengawal dengan ketulusan totalnya.

Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, Pendiri NU, darinya kita semua dapat belajar bagaimaa kumandang nasionalisme dapat digelorakan dalam ungkapan “hubbul wathon minal iman”. Alim Ulama memberikan titah agungnya bahwa “cinta tanah air adalah bagian dari iman”. Para Sayyid dan Habaib memberikan rumah dan harta bendanya untuk kelancaran persiapankemerdekaan Republik Indonesia.

Pelajarilah rumah siapa yang ditempati untuk memproklamasikan Indonesia 17 Agustus 1945 itu, maka betapa besar jasa para ulama yang nasionalismenya tidak perlu dipertanyakan, apalagi sampai didaftar dengan jurus “daftar menu para juru dakwah” dengan kandungan “gizi nasionalisme yang direkomendasi”.

Kawan pembaca Sumamburat nyeletuk, Cak, apakah yang tidak didaftar itu Illegal, dan yang didaftar itu legal. Jawab santai saya adalah: kalaulah pencantuman 200 (sebelum sebagiannya telah menyatakan minta dicoret) mubaligh itu dianggap bukti “legalitasnya versi sebuah kementerian”, biarlah yang lain “bebas berdakwah tanpa rekomendasi”.

Bahkan apabila yang tercatat itu dinyatakan yang palinglegal dan yang “liyan” dianggap illegal, tak usah khawatir, toh yang illegal belum tentu tidak sah, mengingat soal keabsahan ulama itu tidaklah ditentukan oleh sebuah rekomendasi. Kiai-kiai yang mengajariku “mengaji ayat-ayat Illahi” meski tidak direkomendasi tetaplah sang guru, yang kepadanya kupersembahkan bakti.

*Dr H Suparto Wijoyo: Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO