Penerapan Full Day School Dinilai Kontraproduktif

Penerapan Full Day School Dinilai Kontraproduktif Anggota Komisi E DPRD Jatim, Moch Eksan.

“Saya kira tempat yang paling aman itu di sekolah, di sana ada guru yang menjaga dan mendidik siswa. Di sekolah juga ada sistem yang sudah berjalan yang bisa mengontrol siswa. Karena itu pengaruh negatif bisa tereliminir,” tandas Wakil Sekretaris PCNU Jember tersebut.

Wakil Ketua DPW Partai NasDem Jatim Bidang Agama dan Masyarakat Adat itu menjelaskan, kalau melihat karakteristik, tradisi dan sosiologis masyarakat Jawa Timur, justru yang tepat itu bukan tapi Islamic Boarding School atau sekolah dengan asrama.

Eksan menyontohkan, pondok pesantren adalah contoh dari sistem pendidikan Islamic Boarding School. Keberhasilan sistem ini sudah teruji, terbukti pondok pesantren melahirkan sumberdaya manusia yang bermental kuat, cerdas dan mandiri, dengan pondasi agama yang kuat.

“Banyak pemimpin yang lahir dari pondok pesantren. Itu bukti secara empiris sistem pendidikan Islamic Boarding School seperti pondok pesantren lebih teruji ketimbang yang mengadopsi sistem pendidikan barat (luar negeri-red),” urai bapak dua anak itu.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Da’im membeberkan, yang harus dipahami masyarakat, bahwa Permen No.23 tahun 2017 merupakan hasil proyeksi dari PP No.19 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (P.2.K) bukan Full Day School.

Politisi PAN ini menjelaskan, penerapan P.2.K merupakan gabungan dari Kurikulum 13 dan P2K yang sangat bermanfaat bagi guru pada tahun sebelumnya dalam rangka mendapat tunjangan profesi guru (TPG) bagi para guru. Sebab di sekolah induknya kurang memenuhi 24 jam, maka harus mencari tambahan jam ke tempat lain.

Jika tidak memenuhi itu, maka para guru tidak menerima TPG dan bahkan untuk memenuhi itu guru-guru harus mengeluarkan jutaan rupiah. Ironisnya lagi, jika guru tersebut sudah senior harus jauh-jauh menambah jam. Dengan PP 19 guru harus menetap disekolah induknya, tidak lagi harus mengajar di luar cukup dengan tugas tambahan ekstra kokurikuler, wali kelas, dan tugas lainnya.

“Permen No. 23/2017 itu sejatinya penguatan pendidikan karakter, bukan . Jadi jangan salah memahami apalagi sampai membuat polemik. Saya kira perlu sosialisasi saja kepada masyarakat,” pungkas mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Jatim itu. (mdr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO