Sengketa Lahan Pasar Tulakan, Pemkab Pacitan Minta BPN Lakukan Identifikasi Ulang

Sengketa Lahan Pasar Tulakan, Pemkab Pacitan Minta BPN Lakukan Identifikasi Ulang Ilustrasi

PACITAN, BANGSAONLINE.com - Kasus sengketa lahan pasar Tulakan, Kabupaten Pacitan, memasuki babak baru. Setelah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) setempat meminta dilakukan jalur mediasi, pihak tergugat, dalam hal ini Bupati Pacitan yang dikuasakan kepada Bagian Hukum, akhirnya melayangkan surat ke Badan Pertanahan Negara (BPN). Langkah ini dilakukan guna meminta proses identifikasi ulang atas penerbitan sertifikat hak milik (SHM) atas lahan tersebut.

Menurut Novia Wardani, Kasubag Bantuan Hukum Bagian Hukum Setkab Pacitan, lahan yang tercatat seluas 1.225 meter persegi yang secara de jure atas nama Tasman, pada tahun 1965-an sekitar 475 meter persegi di antaranya telah dijual kepada saudara Abdul Kadir. Lahan tersebut awalnya milik saudara Rajio Goro. Namun demikian, selama hampir 15 tahun lebih Abdul Kadir tak kunjung bisa menguasai secara fisik atas tanah yang dibelinya itu.

"Hingga akhirnya pada Tahun 1980-an, Indiah Abdul Kadir (istri Abdul Kadir) melayangkan gugatan ke PN dan Kementerian Agraria kala itu, guna meminta kejelasan status yuridis atas lahan yang dibelinya itu," ujar Novi, Minggu (16/7).

Hasilnya, majelis hakim dengan amar putusannya mengeluarkan akta perdamaian, agar pihak penggugat (Indiah) segera mendapat kejelasan status yuridis atas lahan yang dibelinya itu dari pihak tergugat (Tasman). Namun demikian, hingga hampir 37 tahun lebih, amanah akta perdamaian tersebut tak kunjung terlaksana.

"Dari riwayat itulah, kami (pemkab) menengarai ada kejanggalan atas semua proses terbitnya SHM atas lahan yang saat ini tengah disengketakan tersebut," jelasnya pada pewarta.

Lebih lanjut, Novi mengungkapkan, ada kemungkinan BPN salah dalam mengidentifikasi lokasi lahan. Sebab dalam persil 69 A yang dijadikan dasar penerbitan SHM atas nama Tasman, lokasinya bukan pada lahan yang ditempati sebagai pasar, namun‎ agak kebelakang. Sedangkan lahan yang saat ini masih dipergunakan sebagai pasar tersebut kuat diduga merupakan lahan negara. Hal itu diperkuat adanya peta kerawangan yang tercatat dalam register tanah desa sejak Tahun 1917 silam.

"Karena itulah agar status yuridis atas lahan tersebut jelas dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, pemkab meminta BPN melakukan identifikasi ulang," tandasnya.

Sementara itu, kuasa penggugat yang enggan disebutkan namanya menyatakan berkeberatan atas penggunaan register kerawangan desa sebagai bukti hukum. Sebab sejak tahun 1933 hingga tahun 1959, bahkan hingga detik ini, Pemerintah Desa Bungur belum melakukan perubahan atas peta tersebut.

"Sehingga banyak lahan-lahan hak yang masih berstatus sebagai lahan negara dalam register kerawangan desa. Padahal sebagaimana ketentuan Undang-Undang Keagrariaan, lahan negara boleh dimohon oleh masyarakat," tegasnya. (yun/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO