Tafsir Al-Nahl 118-119: Yahudi Lebih Ekstrem dalam Beragama

Tafsir Al-Nahl 118-119: Yahudi Lebih Ekstrem dalam Beragama Ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

Wa’alaa alladziina haaduu harramnaa maa qashashnaa ‘alayka min qablu wamaa zhalamnaahum walaakin kaanuu anfusahum yazhlimuuna (118). Tsumma inna rabbaka lilladziina ‘amiluu alssuu-a bijahaalatin tsumma taabuu min ba’di dzaalika wa-ashlahuu inna rabbaka min ba’dihaa laghafuurun rahiimun (119).

Jika diperbandingkan dalam hal keberagamaan antara Yahudi, Nasrani, dan Islam, maka Yahudi lebih ekstrem. Nasrani itu berlebihan dan islam itu tengah. Contohnya soal Isa anak lelaki Maryam yang lahir tanpa ayah. Bagi Yahudi, dia anak zina, pembawa sial bagi umat manusia, maka harus dihabisi. Mereka menggerebek nabi Isa saat beliau sedang di dalam rumah, tapi Tuhan menyelamatkan.

Sedangkan Nasrani berlebihan, Isa atau Yesus dianggap anak lelaki Tuhan atau Tuhan yang menjadi juru selamat bagi seluruh anak manusia. Pandangan yang melampaui kodrat dan alamiah, di mana anak manusia berubah menjadi Tuhan. Meski pandangan ini banyak kelemahan, mereka tetap bersiteguh dengan segala cara. Untuk itu, para pendeta paling tidak siap berdialog soal konsep teologis, karena pasti gugur menurut perspektif rasional.

Sementara Islam memandang Yesus hanyalah manusia biasa yang diutus Tuhan sebagai Rasul. Sisi kemanusiaannya dilihat secara proporsional dan sisi ilahiyahnya juga dilihat secara sempurna, sehingga berimbang, jujur dan adil. Setiap muslim wajib mengimani Isa ibn Maryam sebagai Rasul, sejajar dengan para Rasul yang lain. Kedukukan Isa sama dengan kedudukan nabi Adam A.S. dan nabi-nabi yang lain, termasuk nabi Muhammad SAW.

Kali ini, ayat studi di atas bicara soal pandangan Yahudi tentang makanan, daging konsumsi. Mereka kebangetan dalam hal menghalalkan dan mengharamkan. Yahudi disebut setelah Tuhan menyebut pola pikir orang kafir jahiliah. Ya, karena ada kemiripan. Dulu, sudah pernah dijelaskan, bahwa Yahudi suka mengharamkan makanan tertentu atas dasar emosinya sendiri. Antara lain. lemak (syuhum), daging sisa yang menempel pada tulang dll.

Tuhan menilai perbuatan Yahudi itu sebagai menzalimi diri sendiri, merepotkan diri sendiri, hal mana sejatinya longgar dan nyaman. Dulu Tuhan pernah memerintahkan mereka agar menyembelih seekor sapi untuk dijadikan media melacak pembunuh. Sapi apa saja boleh disembelih, tapi mereka cerewet dan banyak menyoal, akhirnya menyulitkan diri mereka sendiri. Putusan akhir, hanya sapi yang bagus berwarna kuning, sehat, berumur sedang dan tak pernah dipekerjakan yang boleh disembelih. Sapi macam itu sangat susah didapat.

Begitu pula ketika mereka sudah mapan iman, agar tidak terpengaruh kemusyrikan dalam bentuk apapun. Nyatanya kepincut patung sapi yang terbuat dari emas bikinan Musa al-Samiri, lalu mereka menyembahnya. Ditegur, tidak insyaf, malah membantah dengan sekian alasan. Akhirnya, Tuhan memberi hukuman berat. Bagi siapa saja yang mau bertobat harus bunuh diri (al-Baqarah:54). Pertobatan biasa dan sekedar istighfar tidak diterima. Bersyukurlah, aturan itu tidak diterapkan pada kita sekarang.

Benar, kerewelan itu menambah kejengkelan dan kepatuhan menarik belas kasihan. Pelaku kejahatan yang proaktif dalam persidangan, terus terang dan jujur, mengakui kesalahannya tanpa berbelit-belit, maka akan diberikan keringanan hukuman. Berkelakuan baik selama hukuman akan mendapatkan remisi lebih banyak. Beda dengan yang pongah dan berbelit-belit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO