Komisi B DPRD Tuban Blejeti PT GCI, Kontribusi Dinilai Minim, Pertanyakan Transparansi DBH

Komisi B DPRD Tuban Blejeti PT GCI, Kontribusi Dinilai Minim, Pertanyakan Transparansi DBH Komisi B DPRD Tuban saat mengunjungi kantor PT GCI. foto: AHMAD/ BANGSAONLINE

TUBAN, BANGSAONLINE.com - Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tuban mengunjungi kantor PT Geo Cepu Indonesia (PT GCI) yang berada di Desa Banyuurip, Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban, Jum'at (17/3) lalu. Kunjungan kerja Komisi B tersebut bermaksud mempertanyakan kejelasan Memorandum of Understanding (MoU) PT GCI selaku pemegang Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT Pertamina EP Asset 4 Cepu terkait berbagai persoalan dan tanggung jawab perusahaan.

Ketua Komisi B DPRD Tuban, Karjo, kepada BANGSAONLINE.com, Minggu (19/3) mengungkapkan, berdasarkan kontrak KSO perusahan dengan PT Pertamina EP, kerja sama akan berakhir pada 2023.

"Berdasarkan kontrak, PT GCI diberi kewenangan pengelolaan minyak sumur tua yang berada di wilayah 3 Kabupaten, yakni Tuban, Blora dan Bojonegoro. Selain menanyakan MoU, kami juga menanyakan terkait kegiatan eksploitasi minyak di Distrik 1 Kawengan," ujar Karjo.

Dalam pertemuan itu, lanjut Karjo, pihaknya juga menanyakan tranparansi komersialisasi Dana Bagi Hasil (DBH) sumber daya alam Migas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Tuban dan daerah kecamatan sebagai penghasil minyak. Kejelasan DBH akan berdampak positif terhadap warga sekitar perusahan. Namun kenyataannya, Senori selaku wilayah yang ditempati PT GCI kurang mendapat kesejahteraan dari perusahaan.

"Ada sejumlah 172 sumur tua dikelola dan aktifkan oleh PT GCI, dan saat ini baru 10 Sumur tua yang dioperasionalkan dan berproduksi. Seperti, sumur tua KWK 61, di mana sumur tua itu berada di wilayah Kabupaten Tuban yang mampu menghasilkan 25 ton minyak mentah per hari. Jadi sudah sepatutnya warga Banyuurip mendapatkan dampak positif atas keberadaan PT GCI, tapi kenyataannya tidak begitu," beber Karjo.

Lanjut Karjo menyampaikan, DPRD Tuban juga meminta penjelasan berbagai persoalan yang ditimbulkan perusahaan atas optimalisasi sumur tua di Distrik 1 Kawengan. Selama ini keberadaan perusahan belum ada kesepahaman dengan daerah atau Desa Banyuurip selaku penghasil minyak.

"Melihat persentase produksi minyak yang diekploitasi Perusahaan GCI di tahun 2016 saja menghasilkan 77 ribu barrel minyak di Distrik 1 Kawengan. Tapi, mengapa PT GCI belum mampu memberi dampak positif terhadap masyarakat Banyuurip maupun Wonosari Kecamatan Senori," jelasnya.

Kata Karjo, agar ada dampak positif ke warga, maka diperlukan transparansi DBH Migas antara pusat dan daerah. Sebab, perusahaan itu sudah berdiri 5 tahun yang lalu. Dengan jangka waktu itu, seharusnya masyarakat di sekitar PT GCI sudah menerima dampak positif.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO