Korupsi e-KTP Seret Puluhan Nama Besar, Gerindra: Penjarakan Semua!

Korupsi e-KTP Seret Puluhan Nama Besar, Gerindra: Penjarakan Semua! Ganjar Pranowo, Setya Novanto, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Yasonna Laoly.

WAKIL Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono bereaksi keras terhadap kasus korupsi e-KTP (KTP Elektronik). Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan ada nama-nama besar yang terlibat dalam korupsi proyek pengadaan e-KTP. Dia mengatakan pada persidangan nantinya akan terungkap nama-nama besar yang disebut dalam kasus korupsi tersebut. Sidang perdana kasus tersebut akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis 9 Maret 2017 mendatang.

"Sejumlah nama-nama yang menerima hasil mark up proyek e-KTP di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang sebelum menjabat sebagai anggota DPR periode 2009-2014 dan saat ini menjabat sebagai anggota DPR, menteri, serta kepala daerah. KPK wajib untuk menangkap dan memenjarakan mereka semua selama-lamanya," kata Arief, Selasa (7/3).

Meskipun kata Arief, ada penerima dana hasil markup proyek E KTP yang sudah mengembalikan dananya ke KPK, tidak bisa menghilangkan tindak pidana korupsinya.

Karena mereka tidak mengembalikan dana tersebut nantinya dalam tuntuntan Jaksa KPK juga tetap dituntut ganti rugi dan hukuman badan.

"Artinya jelas sekali pun uang dikembalikan sebelum jadi tersangka mereka wajib dihukum penjara," imbuh Arief.

Arief mengatakan dampak korupsi proyek e-KTP yang dilakukan oleh para bandit berkedok wakil rakyat telah merusak tatanan demokrasi. Pasalnya kekacauan sistem e-KTP berdampak pada jumlah DPT.

"Akibat proyek e-KTP yang dikorupsi penerapan e-KTP menjadi kacau dan akhirnya kualitas demokrasi dan pemilu menjadi jelek," ujar Arief.

Dampak lainnya, terhambatnya perencanaan pembangunan nasional terutama dalam menentukan besaran pendapatan per kapita, jumlah penerimaan pajak, juga menghitung demographic penduduk Indonesia.

Pemerintah juga tidak dapat mengetahui jumlah penduduk Indonesia.

"Jadi pimpinan KPK yang terpilih di era Joko Widodo harus tidak boleh takut dan tidak segan-segan untuk mengusut tuntas korupsi proyek e-KTP sekalipun ada penerima dana korupsi e-KTP adalah petinggi negara dan juga berlatar belakang partai politik pendukung Joko Widodo," kata Arief.

"KPK harus cepat bergerak menangkap dan menahan para penerima dana korupsi mark up proyek e-KTP," tambahnya.

Sementara dari sekitar 40 nama yang santer beredar di media sosial, terdapat nama Ketua DPR, Setya Novanto dan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Ketua DPR Setya Novanto membantah keterlibatannya dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) seperti yang dituduhkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Setnov menilai ucapan Nazaruddin hanya tudingan karena tengah terjerat kasus proyek wisma atlet Hambalang.

"Seingat saya dan saya bersumpah tidak pernah bersama-sama membicarakan masalah e-KTP. Silahkan tanya ke Nazar lagi, Saya juga enggak ngerti kok saya dikait-kaitkan dan disebut-sebut Nazar saat itu," kata Setnov.

Meski demikian, Setnov mengakui pernah ada pertemuan dengan fraksi-fraksi partai atau Komisi II DPR saat masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Namun, dia membantah pertemuan itu membahas bagi-bagi uang dari proyek e-KTP.

"Tidak pernah membicarakan masalah proyek e-KTP saat masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Saya kan waktu itu sebagai Ketua Fraksi sebagai Ketua Fraksi saya membatasi hal-hal yang berkaitan dengan masalah uang atau pendanaan," klaimnya.

Di rapat pleno fraksi partai Golkar, kata dia, pembahasan e-KTP berjalan positif. Sebagian besar anggota fraksi mendukung proyek e-KTP karena memiliki manfaat yang baik untuk seluruh warga negara.

"Jadi saat pleno di fraksi, saya sampaikan bahwa e-KTP kalau itu memang tujuannya baik untuk negara, apalagi ini kan merupakan online itu demi kepentingan negara," jelas Setnov.

"Karena itu menurut waktu disampaikan itu kan bisa mengakses apapun jadi adanya e-KTP itu kan bisa masuk ke paspor, bisa masuk ke KTP dan identitas orang-orang yang bermasalah misalnya, kalau ada masalah masalah yang berkaitan dengan terorisme, itu bisa langsung ketahuan," sambungnya.

Sebelumnya, terpidana kasus suap Wisma Atlet SEA Games Muhammad Nazaruddin tahun 2013 silam sempat menyamakan seorang Setya Novanto dengan Sinterklas yang kerap membagi-bagikan hadiah. Novanto sebagai Bendahara Umum Partai Golkar adalah orang yang memberi perintah fee proyek e-KTP dibagi-bagi.

Menurut Nazaruddin, Setya yang membagi-bagikan uang dari fee proyek e-KTP itu ke sejumlah anggota dewan. Bahkan karena jasa Setya membagi-bagikan duit, Nazaruddin mengatakan dia kebal hukum.

BERITA TERKAIT:

Selain Setya Novanto, bantahan juga meluncur dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ia memastikan sewaktu menjadi anggota Komisi II DPR, dirinya merupakan sosok yang paling keras menentang proyek pengandaan e-KTP.

"Saya paling keras menolak E-KTP. Saya bilang pakai saja bank pembangunan daerah, semua orang mau bikin KTP pasti ada rekamannya kok. Ngapain habisin Rp 5 trilun sampai Rp 6 triliun?" kata Ahok.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO