Keinginan Pemkot Surabaya Kelola SMA-SMK Kandas, Whisnu Khawatir Nasib Guru dan Siswa Miskin

Keinginan Pemkot Surabaya Kelola SMA-SMK Kandas, Whisnu Khawatir Nasib Guru dan Siswa Miskin Wali Kota Surabaya dan Wawali ketika dialog soal kegagalan pengelolaan SMA-SMK dan dampak buruk yang bakal timbul.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Upaya Pemkot Surabaya ingin tetap membantu siswa SMA-SMK di Surabaya, terutama yang berlatar belakang keluarga miskin kandas. Karena belakangan diperoleh kabar jika pintu koordinasi dengan Pemrov Jatim telah tertutup.

Terkait kondisi ini, Whisnu Sakti Buana Wakil Wali Kota Surabaya mengaku sangat sedih sekaligus prihatin, karena dengan demikian anggaran pendidikan senilai Rp 180 miliar yang telah terprogram untuk tahun 2017, praktis tidak bisa digunakan sama sekali.

“Pintu sudah tertutup, lantas kita harus bagaimana, harapannya ya menunggu adanya diskresi dari pemerintah pusat, atau menunggu kabar positif dari MA (putusan gugatan-red),” ucapnya Senin (2/1).

Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya ini juga mengaku jika pihaknya telah tiga kali bersurat ke Mahkamah Agung (MA), namun jawabannya tetap yakni diminta untuk tetap menunggu.

Tidak hanya itu, Whisnu juga masih mempertanyakan kemampuan Pemprov Jatim dalam mengelola SMA dan SMK di Surabaya, yang selama ini telah mendapatkan support anggaran secara penuh dari Pemkot Surabaya.

“Kita lihat saja dalam kurun waktu satu sampai dua bulan, seperti apa nantinya. Kami akan terus mengawasi pelaksanaannya, karena hal ini menyangkut nasib siswa, dan kesejahteraan para guru, PTT dan GTT. Yang pasti Pemkot tidak akan tinggal diam, kami akan mencarikan polanya,” terang dia.

Whisnu juga tidak menampik soal kemungkinan bakal terjadinya polemik di internal guru, PTT dan GTT, juga siswa dari keluarga miskin, jika ternyata Pemprov Jatim tidak bisa memenuhi janji dan kewajibannya sebagai pengelola.

Sementara menurut Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya, pekerjaan rumah yang dianggapnya paling penting yakni pengelolaan SMA/SMK yang diambil oleh Pemprov sehingga dikhawatirkan banyak anak Surabaya yang putus sekolah dan melakukan kriminal dan radikal.

"Itu yang kita antisipasi. Di kondisi yang berbeda ini, banyak anak kita yang labil, mungkin karena orangtua sibuk, tuntutan akan perubahan begitu pesat seperti teknologi, yang mengakibatkan banyak anak-anak kita rapuh. Ini yang gampang buat anak-anak terpengaruh. Itu yang gak mudah, PR yang gak mudah," ungkap Risma kepada wartawan. (yul/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO