Tafsir An-Nahl 98: Kiai Kitab Kuning yang "Malas" Baca Al-Qur'an

Tafsir An-Nahl 98: Kiai Kitab Kuning yang "Malas" Baca Al-Qur

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .

BANGSAONLINE.com - Fa-idzaa qara/ta alqur-aana faista’idz biallaahi mina alsysyaythaani alrrajiimi.

Ayat sebelumnya bertutur orang yang beramal baik dan beriman, tak pandang pria maupun wanita, akan diberi servis kehidupan yang amat bagus di dunia dan kelak di akhirat mendapat pembalasan fantastis. Ayat 97 ini turun sebagai jawaban atas sekelompok orang Yahudi yang merasa lebih tinggi derajatnya karena punya kitab al-Taurah. Begitu halnya orang-orang Nasrani karena kitab al-Injil dan tidak mau kalah para penyembah Berhala dengan berhala bikinannya. Tak ada yang mau mengalah, lalu ayat ini turun memberikan panduan.

Berprestasi, seperti yang dicanang pada ayat tersebut, agar tidak sembarang prestasi, maka ayat studi ini (98) menyajikan kitab suci al-qur'an untuk dibaca, dipahami dan diamalkan dengan terlebih dahulu memohon perlindungan kepada Tuhan dari gangguan syetan yang terkutuk, yang selanjutnya kita istilahkan dengan "isti'adzah" atau "ta'awwudz". Kenapa harus baca isti'adzah, tidak baca basmalah?

Ada dua dalil pengantar pembacaan: Pertama, "iqra bi ismi rabbik", bacalah - diawali - dengan menyebut nama Tuhanmu. (al-‘Alaq:1). Ism Rabbik itu pastilah basmalah, "bismillah ar-rahman al-rahim". Fakhruddin al-Razy berpihak pada dalil ini. Kedua, ayat studi ini, "fa idza qara't al-qur'an fa ista'idz bi Allah..". Kata "fa ista'idz" pastilah isti'adzah, bukan basmalah. Mayoritas mufassirin berpihak pada dalil ini. Ada solusi?

Dikompromikan saja dengan memposisikan sasaran masing-masing ayat. Ayat satu al-'Alaq tersebut berobyek pada pembacaan secara umum, membaca apa saja, termasuk membaca fenomena. Hal itu nampak dengan tidak adanya obyek yang ditunjuk secara tegas. Al-maf'ul bih dibuang untuk mengesankan perintah umum.

Sedangkan pada ayat studi ini, obyek (al-maf'ul bih) ditunjuk secara khusus, yakni "al-qur'an" (fa idza qara'ta al-qur'an..). Jadinya, khusus membaca al-qur'an pakai bacaan antaran "isti'adzah". Dengan langkah al-jam' ini, masing-masing ayat berfungsi dan tidak kontradiktif. Jika mau enak, ya baca saja keduanya, isti'adzah dulu baru basamalah. Jika harus dipilih salah satu, maka mengawali baca al-qur'an sebaiknya pakai isti'adzah. Itu, bila pembacaan dilakukan di luar shalat.

Anda menjadi imam dan setelah membaca al-fatihah mau membaca potongan ayat, (ayat di tengah surah), maka baca langsung saja, tanpa isti'adzah dan tanpa basmalah. Jika yang dibaca mulai awal surah, maka bacalah basmalah lebih dulu tanpa isti'adzah. Begitu anjuran madzhab syafi'iy. Tapi bagi madzhab Mailiky tidak. Langsung saja membaca awal surah. Misalnya, Qul huw Allah ahad... dst.", tanpa basmalah lebih dahulu.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO