Anggaran untuk Lahan Pembangunan Stadion Baru Ngawi Dihapus

Anggaran untuk Lahan Pembangunan Stadion Baru Ngawi Dihapus

NGAWI, BANGSAONLINE.com - Menyusul gelapnya kabar dari Kemenpora, Pemkab Ngawi juga bersikap perihal harapan warga Ngawi punya stadion anyar bertaraf nasional. Di antaranya memangkas habis anggaran pengadaan lahan stadion anyar yang sebelumnya terploting di APBD 2016 sebesar Rp 10,5 miliar.

"Sudah dihapuskan dari mata anggaran 2016," ujar Kepala Disparyapura Ngawi Anwar Rifa’i.

Kata dia, sebelumnya anggaran tersebut masuk ke kas Bagian Umum Sekretariat Kabupaten (Setkab) Ngawi sebesar Rp 10,5 miliar. Anggaran itu digunakan untuk pembebasan lahan seluas minimal 6 hektare. Kemudian pada APBD Perubahan 2016 resmi dicabut. Alasannya untuk mencukupi kebutuhan anggaran program kerja (proker) daerah lainnya yang masuk skala prioritas. ‘’Nanti kami bisa ajukan tapi untuk anggaran tahun depan (APBD 2017),’’ ucapnya.

Anggaran tersebut, jelasnya, belum terserap lantaran proses pemilihan lokasi lahan selalu berubah. Awalnya lahan yang disediakan untuk pembangunan stadion baru tersebut di kawasan Kecamatan Pitu. Namun seiring berjalannya waktu, lokasi tersebut ditetapkan sebagai lahan kawasan industri Ngawi. Hal itu telah dicanangkan eksekutif sebagai salah satu program unggulan pemerintahan Bupati Ngawi Budi ‘Kanang’ Sulistyono dan Wabup Ony Anwar Harsono.

Setelah itu, kembali berpindah ke Desa Kartoharjo, Kecamatan/Kabupaten Ngawi. Lantaran lokasi tersebut dianggap paling strategis. Tetapi tiba-tiba, penempatan lahan itu kembali berubah dengan pertimbangan daerah tersebut sudah padat dari aktivitas ekonomi warga. ‘’Terakhir di Padas, tapi itu belum pasti juga,’’ ujarnya.

Dia menambahkan, kemungkinan Disparyapura bakal mengajukan anggaran pengadaan lahan dengan jumlah yang sama seperti tahun ini. Dia mengatakan, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi nilai pembebasan lahan yang diperlukan. Untuk saat ini, lahan yang sudah ditawarkan merupakan Tanah Kas Desa (TKD) Sambiroto Kecamatan Padas. Tanah tersebut ditawarkan desa setempat lantaran bukan merupakan lahan produktif yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian. ‘’Kalau itu statusnya TKD harus ada tukar gulingnya,’’ ucapnya.

Namun, untuk tukar guling dibutuhkan tak hanya sebatas anggaran saja. Tapi juga ada pelaporan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) dan disetujui gubernur. Membutuhkan proses yang cukup panjang untuk proses tersebut. Sedangkan, jika memilih lahan milik warga. Biasanya memiliki proses yang juga panjang untuk negosiasi lahan. ‘’Kami belajar dari pembebasan lahan Kepatihan, yang prosesnya sampai ke gubernur juga,’’ pungkasnya. (nal/rd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO