Tingginya Harga Rokok Berpotensi Timbulkan Kerawanan Sosial

Tingginya Harga Rokok Berpotensi Timbulkan Kerawanan Sosial

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Wacana pemerintah menaikkan hingga Rp 50 ribu per bungkus mendapat kecaman dari DPRD Jawa Timur. Pasalnya hal itu akan memicu kerawanan sosial diantaranya naiknya tingkat pengangguran hingga pada maraknya penjualan rokok ilegal.

Anggota Komisi B DPRD Jatim, Mohammad Zainul Lutfi menegaskan sah-sah saja pemerintah menaikan , namun yang perlu diperhatikan dampak dan solusinya. Mengingat di perusahaan rokok terdapat puluhan ribu kepala keluarga yang harus menghidupi keluarganya. Begitupula dengan petani tembakau yang ada di wilayah pedesaan haruslah dipikirkan keberlangsungan hidupnya.

"Jangan sampai kebijakan ini justru menimbulkan kerawanan sosial. Dimana pengangguran semakin banyak akibat pabrik rokok banyak yang tutup karena tidak ada pembeli. Sementara disatu sisi mereka harus menghidupi keluarganya. Dan yang paling penting dari penjualan rokok ini pusat mendapatkan perolehan cukai yang cukup besar sekali hingga mencapai Rp10 triliun," tegas Mohammad Zainul Lutfi seperti dikutip dari HARIAN BANGSA, Senin (22/8).

Ditambahkannya, seharusnya dalam mengambil sebuah kebijakan pemerintah harus menyosialisasikan program tersebut antara tiga sampai empat tahun. Di satu sisi solusi harus ada jika pabrik rokok banyak yang tutup dengan memikirkan hal itu dua tahun sebelumnya. Begitulah dengan petani tembakau seharusnya diberikan stimulan sebagai pengganti agar mereka tidak menanam tembakau lagi.

Karenanya pihaknya menolak ada kenaikan yang tidak masuk akal tersebut. Apalagi Jatim merupakan wilayah penghasil tembakau yang sangat signifikan ditambah lagi dengan perusahaan rokoknya yang sangat besar dibandingkan wilayah lain.

Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi B DPRD Jatim, Chusainuddin. Menurutnya, jika kebijakan pemerintah yang menaikan dengan upaya menekan pecandu rokok, itu sifatnya sangat sebentar saja. Mengacu kasus yang sama tahun 1990 di mana naik tapi tidak sebesar ini para pecandu hanya berhenti sebentar saja, namun kebiasaan merokok tetap saja berlangsung. Karenanya dalam masalah ini pemerintah tidak mengambil keuntungan saja tapi yang harus dipikirkan adalah dampak ekonomi dan psikologisnya.

"Jujur saja, saya tidak merokok. Namun dengan kebijakan pemerintah yang sudah keblabasan ini saya sangat menolak, Karena akibat kebijakan yang salah dan tanpa ada kajian yang matang dan solusi maka mengakibatkan kerawanan sosial. Apalagi masyarakat kini sudah dihadapkan pada kondisi ekonomi yang tidak memungkinan yang membuat masyarakat dengan mudah berbuat anarkhis dan tidak terkendali," pungkas politisi asal PKB ini. (mdr/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO