M. Mas'ud Adnan. Foto: bangsaonline
Oleh: M. Mas'ud Adnan
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Judi online (judol) dan narkoba bukan lagi darurat. Tapi sudah masuk kategori mengerikan. Apalagi mangsa dan korban judol dan narkoba adalah masyarakat kelas menengah ke bahwah.
Dari perspektif ini, diakui atau tidak, para bandar judol dan narkoba itu jelas bagai lintah yang menghisap darah rakyat. Dan itulah yang disebut penjajahan baru. Neokolonialisme.
Ironisnya, pemerintah tampak tak berdaya. Kenapa? Karena judol dan narkoba diduga melibatkan beberapa oknum petinggi negeri ini. Tak aneh, jika upaya pemberantasan judol dan narkoba yang dilakukan pemerintah banyak diragukan. Tak serius dan hanya kamuflase.
Lebih ironis lagi, ada yang usul agar dana judol dan narkoba dijadikan salah satu sumber pendanaan negara.
Ini bukan hanya soal halal dan haram. Tapi menyangkut nasib generasi kita dan rakyat bangsa Indonesia. Semua kita tahu, judol dan narkoba bukan hanya merusak mental masyarakat, terutama masyarakat bawah dan generasi muda, tapi jelas-jelas menghisap ekonomi rakyat. Terutama masyarakat bawah.
Memang ada beberapa negara yang menjadikan judi sebagai sumber pendapatan negara. Bahkan dalam sejarah Indonesia pernah beberapa kali terjadi di negeri kita. Ali Sadikin, misalnya, melegalkan perjudian saat menjabat Gubernur DKI Jakarta (1966-1977).
Tujuannya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan membiayai pembangunan kota Jakarta yang minim anggaran. Pendapatan dari pajak judi itu digunakan untuk membangun infrastruktur, sekolah, dan fasilitas lainnya, serta mengendalikan praktik judi ilegal.
Tapi ingat! Saat itu judi dan masyarakat tak sekompleks sekarang. Menurut Ali Sadikin, saat itu judi hanya melibatkan kalangan tertentu saja.
Kini korban judi dan narkoba justru masyarakat kita sendiri yang nota bene masyarakat bawah. Banyak sekali korban berjatuhan - baik bunuh diri maupun keluarga berantakan - gara-gara narkoba dan judi online.
Lihat juga data-data judol dan narkoba - termasuk yang disajikan pemerintah. Yang aktif bermain judol dan mengonsumsi narkoba umunya adalah masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Bahkan termasuk juga anak-anak SD, SMP, SMA dan mahasiswa.
Berangkat dari realitas itu maka pertanyaan yang layak dikemukakan adalah: masih relevankah kita gembar-gembor generasi emas jika generasinya keropos secara fisik dan mental karena kecanduan judol dan narkoba?
Wallahua'lam bisshawab.













