Pemprov Jatim Gelar Gebyar Budaya Mataraman: Ruang Tawa, Hiburan dan Guyub Rukun Warga

Pemprov Jatim Gelar Gebyar Budaya Mataraman: Ruang Tawa, Hiburan dan Guyub Rukun Warga

PONOROGO,BANGSAONLINE.com - Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, DPR RI, dan DPRD Jawa Timur dalam perhelatan 'Gebyar Budaya Mataraman Wayang Kidulan'.

Acara budaya ini digelar di Pasar Sumoroto, Ponorogo, sebagai wujud nyata komitmen pemerintah dalam melestarikan budaya sekaligus mempererat kedekatan dengan masyarakat.

Gelaran ini menghadirkan dalang kondang Ki Cahyo Kuntadi, yang akan membawakan kisah Wayang Kidulan penuh makna.

Acara semakin meriah dengan kehadiran Lusi Brahman, Silvy Kumalasari, Cak Slendro, Andik TB, serta penampilan kesenian khas Ponorogo yang memperkaya nilai budaya Mataraman.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur, Evy Afianasari, melalui sambutan tertulis yang dibacakan oleh Kepala Bidang Pemasaran Disbudpar, Ali Affandi yang menyampaikan bahwa festival ini bukan sekadar ajang hiburan, tetapi juga simbol nyata kolaborasi antarinstansi dalam menjaga warisan budaya Jawa Timur.

“Melalui sinergi antara Disbudpar Jatim, DPRD Jatim, dan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, kita terus berupaya melestarikan serta memajukan budaya lokal. Nilai-nilai luhur dan kearifan tradisi seperti yang terkandung dalam kesenian wayang harus terus hidup lintas generasi,” ujarnya.

Evy menegaskan bahwa wayang bukan hanya tontonan, tetapi juga tuntunan. Di dalam kisah-kisahnya tersimpan ajaran kepemimpinan, keadilan, dan kebijaksanaan yang relevan sepanjang masa.

Karena itu, kehadiran Wayang Kidulan di festival ini menjadi bentuk penghormatan terhadap kekayaan budaya Mataraman serta ruang ekspresi bagi para seniman dan pelaku ekonomi kreatif daerah.

Menurutnya, pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi kreatif sejatinya bukan dua hal yang terpisah, tetapi saling menguatkan.

“Ketika seni dan tradisi hidup, maka ekonomi kreatif akan tumbuh. Sebaliknya, saat ekonomi kreatif berkembang, para seniman dan kebudayaan pun makin berdaya,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Evy juga menyinggung bahwa Ponorogo kini tengah diusulkan menjadi kota jejaring dunia dalam bidang ekonomi kreatif oleh UNESCO. 

Sebelumnya, dunia telah lebih dulu mengakui warisan budaya Reog Ponorogo sebagai warisan budaya takbenda UNESCO.

Menutup sambutannya, Evy menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya festival, terutama kepada Bupati Ponorogo beserta jajaran, para seniman, budayawan, dan masyarakat yang hadir meramaikan acara.

Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, turut menyampaikan pertumbuhan ekonomi di ponorogo yang tumbuh secara signifikan berkat adanya event-event budaya yang di gelar di bumi Reog.

“Pertumbuhan ekonomi Ponorogo kini tumbuh 6,7 persen” papar Sugiri.

Menurutnya, angka tersebut bukan sekadar data di atas kertas, melainkan cermin nyata dari kehidupan masyarakat yang makin bergairah.

Banyaknya event budaya dan seni yang digelar di berbagai penjuru Ponorogo menjadi pemicu utamanya.

“Lihat saja, kalau ada wayangan maka sindennya laku, dalangnya laku, bahkan tukang rias, pedagang sabun, sampai penjual camilan juga ikut laku. Semua kebagian rezeki!” ujar Kang Giri, sapaan akrabnya, disambut tawa penonton.

Ia mencontohkan, dalam setiap gelaran wayang, ekonomi kecil bergerak serentak:

yang jualan makanan ramai, penata rias kebanjiran order, pedagang pernak-pernik panen untung.

“Semua ikut hidup. Itulah Ponorogo, ekonomi rakyatnya hidup karena budayanya hidup,” tutupnya dengan bangga.

Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Pranaya Yuda Mahardhika, menyebut Ponorogo sebagai daerah yang tak pernah kehilangan denyut seninya. Masyarakatnya dikenal mencintai musik dan budaya—sebuah karakter yang membuat kota ini selalu hidup dalam harmoni.

“Tak heran jika malam ini acara diselenggarakan di Ponorogo, kota yang sebentar lagi akan menerima penghargaan dari UNESCO di akhir tahun,” ujarnya penuh bangga.

Pranaya menilai, gelaran seperti Festival Wayang Tidulan dan Festival Budaya Mataraman menjadi wujud nyata kecintaan warga terhadap warisan budaya. Ia berharap seluruh rangkaian acara berlangsung tertib, aman, dan penuh keceriaan, hingga setiap pengunjung bisa pulang dengan hati senang bersama keluarga.

“Semoga masyarakat Ponorogo selalu hebat dan terus menjaga semangat seni budayanya,” pungkasnya. (dev/van)