Kemiskinan di Jatim Turun 0,29 Persen, Gubernur Khofifah Dorong Sinergi Berkelanjutan

Kemiskinan di Jatim Turun 0,29 Persen, Gubernur Khofifah Dorong Sinergi Berkelanjutan Gubernur Khofifah saat menyalurkan bantuan ke tukang becak.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2025 yang dirilis pada Jumat (25/7), Pemprov Jatim sukses mengentaskan kemiskinan sebesar 0,29 persen secara tahunan (year-on-year), setara dengan 17.940 jiwa.

Dengan pencapaian tersebut, tingkat kemiskinan Jatim turun dari 9,79 persen pada Maret 2024 menjadi 9,50 persen di Maret 2025. Jumlah penduduk miskin kini tercatat sebanyak 3.836.520 jiwa.

Gubernur Khofifah menyampaikan, keberhasilan ini merupakan hasil kerja kolektif lintas elemen, mulai dari pemerintah provinsi hingga desa, serta dukungan sektor swasta, perguruan tinggi, media, dan komunitas.

“Penurunan kemiskinan di Jatim bukan semata angka statistik, tapi cerminan kerja keras dan kepedulian kolektif untuk menghadirkan keadilan sosial dan kesejahteraan merata di seluruh pelosok Jawa Timur,” ujarnya di Grahadi, Senin (28/7/2025).

Dijelaskan olehnya, Jawa Timur menjadi provinsi dengan penurunan jumlah penduduk miskin tertinggi kedua di Pulau Jawa, setelah Jawa Tengah, dan berkontribusi sebesar 8,96 persen secara nasional dalam penurunan kemiskinan periode September 2024-Maret 2025.

Berdasarkan data BPS, penurunan paling signifikan terjadi di wilayah perdesaan sebesar 0,44 persen poin (105.290 jiwa), sementara di wilayah perkotaan sebesar 0,12 persen poin (1.510 jiwa). Disparitas kemiskinan antara desa dan kota juga menurun menjadi 5,86 persen dari 7,59 persen pada Maret 2019.

Gini Ratio Jawa Timur juga mengalami penurunan dari 0,373 poin di September 2024 menjadi 0,369 poin di Maret 2025. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) turun dari 1,480 menjadi 1,414, dan keparahan kemiskinan (P2) dari 0,310 menjadi 0,294.

“Ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin makin mendekati garis ambang kemiskinan, dan ketimpangan antar kelompok miskin semakin menurun. Sebuah indikasi bahwa program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat kita semakin tepat sasaran,” urai Khofifah.

Terkait komponen pembentuk garis kemiskinan, tiga komoditi makanan terbesar ialah beras, rokok, dan telur ayam ras. Sedangkan komoditi non-makanan meliputi perumahan, bensin, dan listrik. Rokok sendiri tetap berpengaruh tinggi mengingat kebiasaan merokok sebagian besar petani tembakau dari kelompok Desil 1 hingga 4.

"Jatim memang penghasil tembakau terbesar dan petani tembakau sebagian besar berasal dari kelompok Desil 1 sampai 4 cenderung merokok. Nah, ini kebiasaan yang sulit ditinggalkan dan tetap dipertahankan sebagai kebutuhan sehari-hari meskipun kondisi mereka terbatas. Sehingga, nilainya otomatis masuk tinggi dalam komponen pembentuk garis kemiskinan," kata Khofifah.

Sebagai bentuk intervensi, ia mengatakan bahwa Kementerian Sosial telah menyalurkan bansos sebesar Rp12,135 triliun kepada 3.331.904 keluarga penerima manfaat melalui APBN tahun 2025. Sementara, Pemprov Jatim juga mengalokasikan bansos tambahan sebesar Rp180,42 miliar untuk mendukung program itu.

Disebutkan olehnya, Pemprov Jatim turut mendapatkan Dana Insentif Fiskal atas kinerja penurunan kemiskinan ekstrem sebesar Rp6,215 miliar pada 2023 dan Rp6,245 miliar pada 2024 dari Pemerintah Pusat.

"Saya mengajak kepada seluruh komponen masyarakat Jawa Timur untuk terus bersinergi mempercepat penurunan kemiskinan. Pemerintah akan terus mengusahakan program-program berkelanjutan yang efektif, dan dari masyarakat terus melestarikan budaya gotong royong dan saling membantu antar sesama," pungkasnya. (dev/mar)