
JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Semua orang tua pasti ingin putra-putrinya sukses. Tapi kadang kita tidak tahu bagaimana pola asuh yang baik untuk mendidik anak sehingga anak-anak kita sukses. Tapi benarkah otak anak-anak yang banyak main gadget lebih lambat ketimbang anak-anak yang sedikit main gadget?
Pennsylvania State University dan Duke University pernah melakukan penelitian yang melibatkan lebih dari 700 anak-anak di Amerika Serikat. Hasilnya, ternyata ada hubungan signifikan antara keterampilan sosial anak-anak saat di taman kanak-kanak dan kesuksesan mereka dua puluh tahun kelak.
Menurut penelitian itu, anak-anak yang memiliki kemampuan sosial baik, seperti dapat bekerja sama dengan teman-teman tanpa diminta dan mau membantu orang lain, cenderung lebih berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi dan mendapatkan pekerjaan tetap pada usia 25 tahun.
Intinya, hasil dari penelitian ini mengungkap bahwa kemampuan sosial dan emosional anak merupakan kunci penting untuk kesuksesan mereka di masa depan.
Dikutip CNBCIndonesia, para orang tua memiliki peran besar dalam membentuk karakter dan kesuksesan anak. Dalam perspektif ini peran orang tua tidak hanya penting tapi sangat menentukan kesuksesan anak di masa depan.
Di bawah ini kita cermati pola asuh orang tua yang memiliki potensi anaknya akan sukses:
1. Mau Bangun Kepercayaan Diri Anak
Ini perlu dicermati para orang tua yang ingin putra-putrinya menjadi orang sukses. Sebagian orang tua masih menganggap bahwa harga diri dan kepercayaan diri itu sama. Mereka sering memberi pujian kepada anak-anak dengan berkata, 'kamu istimewa' atau 'kamu bisa menjadi apapun yang kamu inginkan'.
Padahal sejatinya membangun harga diri saja tidak cukup untuk mendukung kesuksesan akademis di masa depan. Studi tentang ini justru menemukan indikator bahwa anak yang mengaitkan prestasi dengan usaha dan kekuatan diri sendiri lebih memungkinkan untuk mencapai kesuksesan, dibandingkan dengan anak-anak yang merasa tidak memiliki kontrol terhadap hasil akademis mereka.
Kepercayaan diri akan terbentuk ketika anak-anak berhasil melewati rintangan, menemukan solusi, dan bangkit kembali setelah kegagalan. Jadi kepercayaan ini menjadi salah satu faktor penentu terhadap sukses anak.
2. Mengajarkan Empati
Empati ini mulai langka. Terutama pada orang modern yang pragmatis dan hanya mengejar materi. Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Ada tiga jenis empati yang perlu dikembangkan pada anak, yakni empati afektif (merasakan perasaan orang lain), empati perilaku (berempati dengan bertindak), dan empati kognitif (memahami pemikiran orang lain).
Orang tua dapat mulai memperkenalkan tentang empati pada anak sejak dini. Salah satunya dengan memberi label pada perasaan agar mereka lebih mengenalnya, misalnya marah, senang, sedih, dan lain-lain.
Secara berkala, tanyakan tentang perasaan anak setiap hari. Kegiatan ini dapat membantu anak-anak mengembangkan kemampuan untuk memahami dan merespons perasaan orang lain dengan bijaksana.
Anak-anak yang punya empati tinggi biasanya pandai bergaul dan diterima di semua kalangan. Selain itu sangat rendah hati, berakhlak tinggi dan menghormati orang lain. Ingat, salah satu kunci sukses adalah menghormati orang lain, terutama orang yang lebih dewasa dan berilmu.
3. Terlibat Bermain Bersama Anak
Ini memang agak sulit bagi orang tua yang sibuk. Yaitu menyempatkan waktu untuk bermain dengan anak. Bermain dengan anak dalam hal ini bukan hanya tentang mengajak mereka bermain di luar rumah ya, tapi orang tua juga melibatkan diri dalam permainan anak. Ya, berperan sebagai teman anak-anak.
Nabi Muhammad, Rasulullah SAW, dalam Hadits digambarkan bermain dengan cucu-cucunya, Hasan dan Husein, dengan memerankan diri sebagai teman. Sehingga cucu-cucunya kadang naik ke punggung Rasulullah seperti naik unta atau kuda. Bahkan pernah saat Rasulullah sujud dalam shalat cucunya naik ke leher atau punggungnya. Rasulullah tidak marah, tapi justeru memperlama sujudnya agar psikologi cucunya tak terganggu. Dengan demikian cucu-cucunya merasa nyaman duduk di atas leher atau punggung Rasulullah SAW.
Para ahli dan psikolog anak menyebutkan bahwa keterlibatan orang tua dalam bermain dengan anak dapat meningkatkan kesejahteraan mental mereka.
Menurut para ahli itu, anak-anak yang menghabiskan waktu dengan orang tua dalam berbagai aktivitas menyenangkan, memiliki tingkat oksitosin yang lebih tinggi. Peningkatan hormon ini berperan dalam membangun hubungan sosial yang positif. Hal sederhana seperti kontak mata dan sentuhan fisik juga dapat memperkuat ikatan emosional dan meningkatkan empati pada anak.
4. Menghindari Konflik, Membangun Harmoni
Dalam konteks ini peran ibu sangat penting. Penelitian di New York mengungkapkan bahwa remaja yang memiliki hubungan hangat dan penuh kasih dengan orang tua mereka, terutama ibu, lebih kecil kemungkinannya untuk terjerumus dalam hubungan yang penuh kekerasan.
Selain itu, trauma atau konflik dalam keluarga dapat memengaruhi harga diri dan perkembangan mental anak. Maka para ibu jangan lupa untuk menciptakan suasana kekeluargaan yang hangat di rumah. Ini sekaligus membangun keharmonisan kelurga, terutama dengan anak-anak.
5. Memperhatikan Pola Tidur Anak
Faktor ini seringkali para ibu lalai. Sehingga putra-putrinya dibiarkan tak tidur karena berbagai alasan. Dikutip dari Times of India, tidur yang cukup dan berkualitas sangat penting bagi perkembangan anak. Anak-anak yang tidak cukup tidur cenderung tertinggal dalam pembelajaran, kurang bersemangat untuk belajar, atau bahkan berisiko terkena masalah kesehatan jangka panjang.
Orang tua yang membiasakan anak untuk memiliki pola tidur yang teratur dan cukup, memiliki dampak positif terhadap kesuksesan anak di masa depan. Karena itu anak-anak perlu tidur yang cukup, sehingga mereka menjadi lebih fokus, kreatif, dan siap menghadapi tantangan.
6. Main Gadget Bikin Otak Lambat
Ada hasil penelitian dari jurnal American Academy of Pediatrics. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa anak-anak yang menghabiskan terlalu banyak waktu bermain gadget memiliki perkembangan otak yang lebih lambat, jika dibandingkan dengan mereka yang lebih sedikit terpapar gadget.
Para orang tua, dengan demikian, harus membatasi putra-putrinya bermain gadget.
Itu artinya, membatasi screentime dan memberikan anak-anak lebih banyak waktu untuk berinteraksi secara langsung dengan dunia nyata dapat meningkatkan perkembangan kognitif mereka.
Ironisnya, kadang kita menyaksikan seorang ibu yang sedang mengasuh anaknya malah memberikan mainan gadget kepada anaknya agar tidak rewel dan merepotkan. Sehingga ia sendiri bisa leluasa main gadget berjam-jam. Jadi ia malah bersaing main gadget dengan anak yang diasuhnya.
7. Menghargai Upaya, bukan hanya Hasil, bukan Hindari Kegagalan
Lagi-lagi ini penting bagi orang tua untuk menghargai usaha anak-anak, bukan hanya hasil akhir. Menurut psikolog dari Stanford University, Carol Dweck, ada dua jenis pola pikir yang perlu dipahami oleh orang tua.
Pertama, pola pikir tetap (fixed mindset) yang menganggap bahwa kecerdasan dan kemampuan adalah sifat yang tetap. Kedua, pola pikir berkembang (growth mindset), yang melihat kegagalan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang.
Ketika orang tua mau menghargai upaya anak, bukan sekadar melihat hasilnya, maka anak tidak akan mudah menyerah saat gagal. Mereka yang diberi kesempatan untuk gagal dan mencoba lagi akan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan, dibandingkan dengan anak-anak yang justru diajarkan untuk menghindari kegagalan.
Sikap optimistis ini penting karena suatu upaya atau ikhtiar di bidang apapun tak selalu sukses secara instans. Tapi perlu proses bahkan kadang melalui beberapa kali kegagalan. Karena itu seorang anak perlu semangat percaya diri dan sikap optimistis.
8. Memperkenalkan Optimisme
Anak-anak yang optimistis cenderung melihat tantangan sebagai hal yang sementara dan dapat diatasi, sehingga berpotensi untuk lebih mampu menangani dan berhasil melewatinya. Tantangan, dengan demikian, bukan sesuatu yang menakutkan atau beban, sebaliknya suatu tahap atau etape yang harus diatasi dan dilewati.
Ketika orang tua mengajarkan anak untuk tetap optimistis, termasuk saat menghadapi kesulitan, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh dan mampu mengatasi rintangan di masa depan.
9. Menjadi Teladan yang Baik atau Contoh Nyata
Dalam bahasa agama (Islam) ini disebut contoh bil hal atau contoh nyata dari prilaku. Jadi orang tua menjadi contoh nyata tempat anak-anak meniru. Ini berarti orang tua menjadi teladan yang baik. Dan inilah salah satu cara terbaik untuk membantu anak-anak berkembang menjadi pribadi yang sukses.
Jika orang tua konsisten menunjukkan perilaku positif, tanggung jawab, dan rasa empati, maka lama-kelamaan ini juga turut ditiru dan menjadi karakter anak-anak. Nah, karakter inilah yang sangat penting.
Secara umum karakter berarti tabiat, watak, atau kepribadian yang membentuk nilai dan prilaku seseorang. Tapi lebih dari itu, karakter sejatinya adalah sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti, yang menjadi dasar tingkah laku seseorang sehingga ia berprilaku santun, sopan dan menghargai serta menghormati orang lain.