Lapangan Kerja Sulit, Pekerja Buruh di Bojonegoro Mendominasi

Lapangan Kerja Sulit, Pekerja Buruh di Bojonegoro Mendominasi Buruh rokok di Bojonegoro sedang melinting rokok.

BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Pekerja buruh di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mendominasi dan menjadi penopang ekonomi masyarakat. Sektor industri rokok banyak menyerap tenaga kerja buruh, khususnya para perempuan. Sedangkan laki-laki di Bojonegoro kebanyakan bekerja sebagai buruh bangunan.

Ketua Cabang Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bojonegoro, Anis Yulianti, mengatakan pekerjaan sektor formal di Bojonegoro sangat minim.

“Sehingga masyarakat Bojonegoro lebih memilih untuk menjadi buruh, karena kesulitan mencari lapangan pekerjaan,” jelasnya, Senin (25/8/2025).

Dia menyampaikan, masyarakat khususnya kaum perempuan rata-rata larinya di pabrik rokok untuk bekerja. Pabrik rokok di Bojonegoro sangat menjamur, dan membutuhkan pekerja usia produktif, yakni di atas 18 tahun dan di bawah 27 tahun.

“Pekerja buruh rokok di sini juga menjadi tulang punggung keluarga. Karena di Bojonegoro sangat minim pekerjaan. Untuk laki-laki, jarang, paling serabutan yang tidak pasti penghasilannya. Mentok tidak mendapat kerja pasti pilih buruh bangunan,” ungkap Anis.

Nur, salah satu buruh bangunan asal Kecamatan Dander, mengaku dirinya sudah lama menjadi buruh. Bahkan, sejak sebelum menikah hingga saat ini telah berumah tangga.

“Tidak ada pilihan lain di tengah sulitnya lapangan pekerjaan saat ini. Terlebih, dengan syarat minimal pendidikan. Sehingga, menjadi buruh adalah satu satu pilihan yang bisa diambil untuk menghidupi keluarga,” tandasnya.

Berdasar data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bojonegoro, penduduk usia kerja di Bojonegoro mengalami kenaikan pada tahun lalu. Yakni, dari 1.058.708 orang di 2023 meningkat menjadi 1.066.068 orang pada 2024.

Dari jumlah tersebut, persentase terbesar penduduk bekerja di Bojonegoro pada 2024 adalah status buruh/karyawan/pegawai sebesar 29,26 persen. Kemudian, disusul oleh pekerja dengan status berusaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak sebesar 21,05 persen, berusaha sendiri sebanyak 20,93 persen.

Selanjutnya, pekerja keluarga/tidak dibayar 17,25 persen, pekerja bebas di pertanian dan nonpertanian 8,94 persen. Terakhir, berusaha dibantu buruh tetap/dibayar sekitar 2,56 persen. (jku/rev)