Sengketa Lahan antara Warga Dusun Kedunggalih Jombang dengan Satbrimob Polda Jatim Berlanjut

Sengketa Lahan antara Warga Dusun Kedunggalih Jombang dengan Satbrimob Polda Jatim Berlanjut Warga Kedunggalih saat akan melakukan aksi doa bersama dengan membawa tumpeng ke lokasi sengketa. (foto: rony suhartomo/BANGSAONLINE)

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Konflik berkepanjangan antara warga dengan Brimob Polda Jatim yang memperebutkan lahan seluas 30 hektar di di Dusun Kedunggalih, Kecamatan Bareng terus berlanjut. Lahan tersebut adalah bekas perkebunan Belanda yang dikelola warga, dan menjadi rebutan sejak tiga tahun terakhir.

Munzilah, warga sekaligus tim advokasi menjelaskan bahwa lahan tersebut menurut asal usul adalah milik Belanda yang menjadi area perkebunan karet. Lahan tersebut kemudian dikelola warga pasca kemerdekaan, hingga beralih menjadi milik petani melalui SK tertanggal 21 Desember 1964 yang diteken Kepala Inspeksi Agraria Jombang

Lewat SK itu dijelaskan jika lahan jadi milik pengelola, dan ada kewajiban bayar pajak kepada negara. "Tahun 1973, Kepala Desa Bareng saat itu meminta dengan paksa SK itu dengan alasan akan dilakukan reboisasi,” katanya usai aksi doa bersama di lokasi yang menjadi sengketa, Selasa (2/6/2015).

Salah satu Pengurus Cabang (PC) Muslimat Nahdlatul Ulama Kabupaten Jombang ini menceritakan bahwa saati itu tak semua warga mau mau menyerahkan SK kepada kepala desa. “Banyak warga yang akhirnya mau menyerahkan, tapi tak sedikit pula yang tetap bertahan. Mereka yang tak mau menuruti keinginan kepala desa saat itu dituduh sebagai anggota PKI (Partai Komunis Indonesia),” tegasnya.

Seiring berjalannya waktu, menurut Munzilah, hingga saat ini reboisasi belum juga dilakukan. Keanehan mulai muncul ketika pada 1999 silam, ketika keluar sertifikat tanah dengan namapemilik Satbrimob Polda Jatim. Kemudian berlanjut pada 2012, di mana sejumlah perwira Satbrimob Polda Jatim datang ke lokasi dan melakukan pengukuran lahan bersama pemerintah Desa Bareng. “Lahan kemudian berubah status menjadi milik Brimob, dan mulai saat itu 48 warga pemilik lahan tidak bisa bertani,” lanjutnya.

Karena banyak kejanggalan dalam proses itu, pihaknya mengaku sudah melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). “Kami juga akan meminta dukungan moral kepada tokoh-tokoh Nahdatul Ulama, mengingat warga disini juga masyarakat NU kultural. Tuntutan hanya satu, kembalikan tanah milik warga. karena jika ada transaksi jual beli seharusnya SK tahun 1964 sudah dihapus oleh Kantor Inspeksi Agraria Jombang, tapi buktinya SK itu masih dibawa warga,” imbuhnya.

Munzilah menyatakan, saksi hidup yang tahu peristiwa pada 1973 masih ada, dan bisa ditanyai. “Warga juga keberatan jika lahan dijadikan latihan tembak. Sebab sangat berbahaya mengingat disekitar lokasi banyak pemukiman. Awal bulan lalu Komnas HAM sudah turun ke lokasi, namun penebangan pohon dan pengerukan tanah menggunakan alat berat tetap dilakukan pihak Satbrimob Polda Jatim,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Bareng Subekti membenarkan jika sengketa lahan terjadi antara warganya dengan Satbrimob Polda Jatim. “Prinsipnya masih diselesaikan, kami sendiri mengalami banyak kesulitan karena masalah terjadi sejak tahun 1973,” katanya. Kesulitan tersebut, adalah sulitnya mencari bukti ada tidaknya transaksi jual beli antara pembeli dengan pemilih lahan pada 1973 silam.

“Warga yang masih memiliki SK tahun 1964 masih berpeluang memiliki lahan, tapi tidak sedikit warga yang sudah terlanjur menyerahkan kepada kepala desa saat itu. Apalagi memang sejak tahun 1999 keluar sertifikat dengan milik Satbrimob Polda Jatim,” tandasnya. (dio/jbg-1)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO