Tindak Tutur Pembelajar BIPA di Muslim SFS Thailand

Tindak Tutur Pembelajar BIPA di Muslim SFS Thailand Ilustrasi berbincang. Foto: Syahdannugraha/Pixabay

Oleh: Oktavia Winda Lestari*

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan adanya tindak tutur dalam bahasa Indonesia oleh pembelajar BIPA di Muslim Santitham Foundation School (SFS) Thailand. Data diperoleh pada saat menempuh pendidikan di sana dan diambil secara langsung dari lapangan dengan teknik simak dan catat. 

Simak digunakan untuk mengetahui data tindak tutur dalam pembelajaran BIPA, dan Catat digunakan untuk mengumpulkan data tuturan dari pembelajar BIPA. Jenis ini adalah kualitatif dengan pendekatan pragmatik bahasa antara. 

Data dianalisis dengan prespektif pragmatik untuk memperoleh faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pada tindak tutur dalam bahasa Indonesia oleh pembelajar BIPA. Hasil analisis data ditemukan bahwa ada empat faktor tindak tutur, yaitu ragam formal dan informal, pemilihan strategi tutur, pemilihan formula semantik, dan pemilihan pronomina persona.

PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia menjadi salah satu yang digunakan sebagai alat komunikasi. Banyak kegiatan yang dilakukan terkait bahasa yang dijadikan media atau sarananya. Bahasa menjadi alat utama dalam berkomunikasi, baik individu maupun kelompok. Melalui bahasa menjadi alat untuk mengetahui informasi tentang kebudayaan, sejarah, adat, serta keadaan suatu bangsa. 

Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa resmi ASEAN. Sistem pendidikan di Thailand juga sudah sebagian menerapkan kurikulumnya diadakan mata pelajaran bahasa Indonesia, salah satunya di Muslim SFS Thailand.

Bahasa bersifat arbirter, kearbiteran memunculkan ketidakjelasan dalam pemakaiannya. Setiap kelompok masyarakat memberi makna dan menggunakannya secara berbeda dengan kelompok lainnya. Perkembangan pemakaian bahasa yang arbiter ini semakin bertambah dan kodifikasi bentuk baru ke dalam kamus sering terlambat, sehingga sering tertinggal dari penggunaan pada dunia nyata (Kunjana Rahardi, 2006).

Pada pembelajaran bahasa terdapat beberapa ilmu yang harus dipelajari, salah satunya di bidang pragmatik. Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa linguistik yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam tindak tutur. Makna yang disampaikan oleh penutur yang ditafsirkan oleh mitra tutur. 

Sebagai akibat dari tuturan itu berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata yang digunakan dalam tuturan. Pragmatik mengkaji hubungan unsur-unsur bahasa yang berkaitan dengan penutur bahasa. 

Bidang kajian meliputi, variasi bahasa, tindak tutur bahasa, percakapan, teori deiksis, praanggapan, dan analisis wacana. Bidang kajian tersebut memiliki lingkup yang sempit karena berpangkal pada penggunaan bahasa dalam konteks (Laode Baisu, 2015).

Menurut Purwo, pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan melalui sebuah konteks. Melalui itu, pembaca tidak hanya sekedar mengetahui makna tersurat tetapi juga makna tersirat dari tuturan yang erat kaitannya dengan konteks pada saat tuturan dituturkan. Wijana menyatakan bahwa dalam proses komunikasi akan melibatkan percakapan antara penutur, dan penutur dalam menyampaikan sebuah informasi atau peristiwa tutur melalui sebuah konteks. Dengan demikian, konteks menjadi sesuatu yang paling penting saat seseorang akan memahami sebuah tuturan (Prapti Wigati Purwaningrum dan Lia Nurmalia, 2019).

Tindak tutur merupakan bahasa yang dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui pembedaan ujaran konstatif dan ujaran perfomatif. Jenis tindak tutur terbagi menjadi tiga, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. 

Tindak lokusi merupakan makna apa adanya dari sebuah tuturan, tindak ilokusi merupakan maksud yang terdapat dalam tuturan, sedangakan tindak perlokusi merupakan dampak dari yang ditimbulkan dari sebuah tuturan (Rian Andri Prasetya & Siti Samhati, 2017).

Ketika seorang penutur dan mitra tutur terlibat dalam suatu interaksi percakapan, mereka tidak hanya saling berbagi informasi, namun asumsi-asumsi dan harapan-harapan juga muncul di dalamnya sebagai interpretasi tuturan-tuturan yang mereka hasilkan. Richard dalam (Jumadi, 2010:49) menyatakan bahwa percakapan bukan sekadar pertukaran informasi dalam interaksi bersemuka, akan tetapi mereka masuk ke dalam proses percakapan tersebut, asumsi-asumsi dan harapan-harapan mengenai percakapan itu, bagaimana percakapan tersebut berkembang, dan jenis kontribusi yang diharapkan dibuat oleh mereka (Jumadi, 2010).

Studi pragmatik bahasa antara berkaitan dengan kemampuan pembelajar bahasa kedua dalam menggunakan kemampuan fonologi, morfologi, sintaksis, dan pragmatik (pragmatik bahasa antara). Pragmatik bahasa antara merupakan sebuah studi mengenai bagaimana pembelajar bahasa kedua menggunakan kemampuan pragmatik dan pemahaman wacananya untuk berkomunikasi pada bahasa kedua (Primantari & Wijana, 2017).

Penelitian serupa dengan kajian pragmatik juga berjudul 'Pendekatan Pragmatik dalam Pengajaran Kemahiran Berbicara BIPA'. Tujuan ini untuk mempelajari konsep-konsep berbicara dalam bahasa Indonesia dengan sopan, santun, mampu berbasa-basi, dan komunikatif. 

Dengan begitu, para peserta BIPA dapat berkomunikasi secara baik dan tepat dengan penutur jati bahasa Indonesia. Dengan kemampuan ini (intercultural competence), peserta BIPA dapat menjalin komunikasi antarbudaya dengan orang Indonesia. Hasil ini adalah peserta BIPA meningkatkan kemahiran berbicara bahasa Indonesia (Barbara Pesulima & Sukojati Prasnowo, 2017).

Beberapa hasil di atas telah membuktikan bahwa tindak tutur oleh pembelajar BIPA bisa diketahui dengan berbasis studi pragmatik. Pada ini menggunakan studi pragmatik bahasa antara. Dengan demikian, akan menjelaskan beberapa faktor-faktor yang terdapat dalam tindak tutur pembelajar BIPA.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan kualitatif dengan pendekatan pragmatik bahasa antara. Data diperoleh pada saat pembelajaran BIPA di Muslim SFS Thailand. Data ini diambil secara langsung dari lapangan dengan teknik simak dan catat. 

Simak digunakan untuk mengetahui data tindak tutur dalam pembelajaran BIPA. Catat digunakan untuk mengumpulkan data tuturan dari pembelajar BIPA. Data dianalisis dengan prespektif pragmatik untuk memperoleh faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pada tindak tutur dalam bahasa Indonesia oleh pembelajar BIPA.

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Komunikasi dalam pembelajaran BIPA menggunakan bahasa Indonesia untuk memperlancar bahasa Indonesia dan menambah kosa kata yang tidak diketahui oleh pembelajar BIPA. Salah satunya dengan sebelum memulai materi, pembelajar diharapkan bercakap-cakap dengan pembelajar lain dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pada ini tindak tutur yang ditemukan dari tuturan pembelajar BIPA di Muslim SFS Thailand ada beberapa faktor tindak tutur dalam pembelajaran.

Pemilihan Ragam Formal dan Informal

Ragam bahasa merupakan variasi bahasa menurut pemakaian, berbeda-beda menurut topik tertentu, hubungan pembicara dengan lawan bicara, orang yang dibicarakan, serta media pembicara. Berdasarkan hubungan bicara dengan lawan bicara, ragam bahasa dapat dikategorikan dalam situasi formal dan informal. 

Bahasa merupakan keragaman bahasa yang disebabkan oleh adanya kegiatan-kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok masyarakat yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen (Abdul Chaer & Leonie Agustina, 2004). 

Prinsip utama dari ragam bahasa adalah penutur tidak selalu berbicara dalam cara yang sama untuk peristiwa atau kejadian. Ragam bahasa terjadi karena adanya interferensi, integrasi, bahasa gaul, alih kode dan campur kode (Mawardi & Siti Sarah, 2018).

Berikut cuplikan tindak tutur pembelajar BIPA di Muslim SFS Thailand:

(1) Perkenalkan nama saya Wattana. Besok apakah anda bisa pergi sekolah bersama?

(ajakan untuk pergi sekolah dengan teman)

(2) Bu, bolehkan aku mengerjakan tugas ini di rumah? Sebab di sini bising, aku tidak bisa fokus untuk mengerjakannya.

(permintaan kepada Gurunya)

(3) Selamat pagi, Bu. Bolehkan aku pergi ke kamar mandi? Jika boleh, saya pergi berdua ya Bu?

(izin ke kamar mandi kepada Guru)

(4) Wirasut, bolehkan saya meminjam catatan pelajaran yang sudah anda catat?

(meminta kepada teman)

Berdasarkan data di atas terdapat bahwa pembelajar BIPA belum bisa membedakan atau belum bisa memilih ragam bahasa formal dan informal dalam tindak tutur. Pada tuturan (1) seharusnya menggunakan bahasa informal, karena tuturan tersebut ditujukan kepada teman sebaya. Tuturan (2) permintaan kepada Guru, seharusnya menggunakan bahasa formal, karena lawan tuturnya merupakan Guru yang tingkatan kesantunan lebih tinggi daripada berbicara dengan teman. 

Pada tuturan (3) pembelajar harusnya menggunakan bahasa formal, akan tetapi pada tuturan tersebut, pembelajar menggunakan bahasa formal dan informal, sehingga menjadikannya rancu. Di tuturan (4) pembelajar menggunakan ragam bahasa formal, seharusnya menggunakan ragam bahasa informal, karena lawan tuturnya adalah teman sebaya. 

Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa tindak tutur dari pembelajar BIPA belum bisa membedakan menggunakan ragam bahasa formal dan informal.

Pemilihan Strategi Tutur

Strategi tutur bisa disebut dengan pemilihan bahasa dalam sebuah tuturan. Pemilihan bahasa dalam komunikasi pada masyarakat sebenarnya menjadi masalah yang wajar, sebab terjadi pada setiap orang yang terlibat dalam suatu peristiwa komunikasi. 

Kajian ilmiah pemilihan bahasa telah dilakukan oleh sosiolinguis di beberapa negara. Hal tersebut terjadi karena fenomena sosial yang bersifat dinamis, selalu bergerak dan berubah yang mempengaruhi struktur sosial dan pemakaian bahasa.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO