Tafsir Al-Isra' 70: Gurihnya Sate Paha Belanda

Tafsir Al-Isra Ilustrasi.

Begini, dulu kita kan gerilya, masuk hutan dan lapar berhari-hari. Nah, saya berhasil menangkap seorang Belanda di pinggir hutan, saya bunuh, saya sayat pahanya, saya bakar, saya jadikan sate. Waw, kemrongsong, lemaknya banyak, dan rasanya gurih banget.

Di sini, hukum nyate paha belanda hukumnya boleh dan halal. Ya, karena yang makan pejuang santri dan muslim, sedangkan yang dimakan belanda kafir dan menjajah. Tapi sebatas kebutuhan. Tidak boleh sampai kenyang dan menikmati. Ini kan situasi darurat, maka sebatas bisa bertahan hidup saja. Siapa tahu nanti ada makanan halal. Kalau ternyata tidak kunjung ada makanan halal dan sangat-sangat lapar lagi, ya nyate lagi. Tapi tetap sebatas kebutuhan.

Dua orang atau lebih sama-sama kelaparan dan sama-sama muslim. Dengan pertimbangan, daripada mati semua, lebih baik mati salah satu. Satu orang dibunuh untuk dimakan dagingnya, bolehkah?

Jawabnya tidak boleh. Pertama, karena masing-masing berderajat sama dan sama-sama terhormat di sisi Allah. Persoalan kematian adalah urusan ajal dengan berbagai sebab. Nyawa tidak boleh dipertahankan dengan cara mengambil nyawa orang lain yang dihormati Allah. Muslim wajib menghormat muslim.

Kedua, dengan pasrah yang mentok kepada Allah SWT, disertai usaha sebisanya, sangat mungkin Allah akan memberi jalan keluar yang tak pernah terduga. Sehingga ada saja makanan halal yang bisa dikonsumsi untuk mempertahankan nyawa. Ikutilah cerita berikut:

Kawanan pemuda kelaparan di tengah hutan dan tak berdaya. Hanya bisa pasrah total kepada Tuhan tanpa pikiran membunuh temannya. Tiba-tiba ada seekor macam singa yang datang membawa rusa anakan yang sudah dicederai, masih hidup, tapi tidak bisa berjalan. Tinggal menyembelih saja. Rupanya sang singa diutus Tuhan memberi mereka konsumsi yang halal.

Ketika sedang ke pedalaman Riau, penulis bertemu sendiri dengan pemuda desa yang pernah dihadiahi oleh singa seekor anak rusa yang sudah dicederai. Hal itu sebagai ucapan terima kasih dari sang induk, karena si pemuda telah menolong anak singa yang terjepit di antara pepohonan. Kisah senada tidak asing lagi di kalangan orang pedalaman.

Dua orang terdampar di laut lepas karena perahu pecah. Semua kawannya sudah mati dan hilang, kecuali mereka berdua yang bertahan hidup di atas sebilah papan. Seorang di antaranya mati karena tidak mampu menahan dingin dan lapar. Seorang yang masih hidup terpaksa memakan jari kawannya yang telah mati. Tapi akhirnya dia menyesal bukan main. Lalu pasrah kepada Allah dan ikhlas andai ditakdir mati juga.

Subhanallah, tiba-tiba ada ikan melenggang lunglai, mendekat, dan menghampiri, seolah menyerahkan diri untuk ditangkap dan dikomsumsi. Ditangkaplah ikan itu dan dimakan seadanya. Akhirnya bertahan hidup dan selamat dengan pertolongan nelayan lain. Allah a'lam.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO