Harga Turun Karena Kualitas Tembakau Jelek, Petani di Jember Salahkan Mangkraknya Alsintan

Harga Turun Karena Kualitas Tembakau Jelek, Petani di Jember Salahkan Mangkraknya Alsintan Sejumlah alsintan hasil pemanfaatan DBHCHT yang dibiarkan mangkrak di halaman Disperta Jember.

JEMBER, BANGSAONLINE.com - Dilansir dari sejumlah media nasional, pemerintah menaikkan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No.12 /PMK.07/2019 tentang Rincian DBHCHT Menurut Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun Anggaran 2019.

Alokasi DBHCHT paling tinggi adalah Jawa Timur dengan jumlah Rp 1,6 triliun atau 50,4% dari total alokasi DBHCHT 2019, Jawa Tengah dengan alokasi senilai Rp 713,3 miliar, dan Jawa Barat dengan jumlah DBHCHT senilai Rp 380,4 miliar.

Untuk Kabupaten Jember, Jawa Timur, pemanfaatan DBHCHT itu salah satunya untuk pengadaan alat mesin pertanian (alsintan) bagi petani tambakau. Sayangnya, alsintan itu tidak tersalurkan langsung kepada para petani. Hal ini menyebabkan mutu hasil yang ada kurang bagus, sehingga merugikan para petani karena harga jual jadi turun. Di samping karena cuaca saat ini sedang ekstrem.

Hal ini seperti yang diungkapkan Ketua Asosiasi " rel="tag">Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jember, Suwarno. Pihaknya mengetahui banyak alsintan mangkrak dan ngendon di halaman kantor Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Jember. Padahal, alat-alat pertanian itu sudah ada sejak 2 tahun yang lalu.

"Hal ini yang menjadi persoalan dan membuat hasil pertanian untuk menjadi kurang bermutu. Ini menjadi kerugian bagi kami, dan sekarang alat-alat yang sudah ada 2 tahun sejak 2017 itu banyak yang rusak," kata Suwarno saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (19/9/2019) siang.

"Karena mangkraknya alsintan itu, membuat alokasi penyaluran DBHCHT menjadi kurang bermanfaat. Ditambah lagi rencana akan adanya kenaikan cukai rokok (pada tahun mendatang). Harusnya kan berimbang. Naiknya cukai rokok harus berimbang dengan (pemanfaatan) DBHCHT tersebut," ungkapnya.

Tidak hanya alsintan, keranjang widik (untuk ) yang pengadaannya melalui DBHCHT juga mangkrak banyak yang rusak, bahkan dimakan rayap. "Padahal keranjang-keranjang ini sejak tahun 2017 disalurkan melalui dinas terkait untuk mendukung peningkatan mutu. Tapi jadi rusak mangkrak semua. Tolong ini diperhatikan," sambungnya.

Untuk alsintan yang ada, diketahui pria yang juga menjabat sebagai pengurus Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jember itu, ada ratusan yang tidak tersalurkan kepada petani di Jember. "Kurang lebih ada 200-an alat pertanian yang tidak tersalurkan dan bertumpuk rusak. Padahal itu sebagian dari anggaran DBHCHT," tuturnya.

Sementara untuk penjualan dengan mutu yang ada, pihaknya mengaku beruntung karena masih bisa terjual, walaupun tidak mendapat untung. "Namun bagi yang belum bermitra mengalami rugi. Yang bermitra masih bisa kembali modal. Tapi kita menginginkan agar semua petani ini dapat bermitra sesuai dengan Perda Nomor 7 tahun 2003, tapi hingga saat ini juga belum kami rasakan," ujarnya.

"Mutu sesuai pasar top grade Rp 8 ribu, tapi sulit sekali mencapai itu. Kebanyakan harga Rp 2 - 4 ribu. Karena ya itu (mutunya rendah) untuk yang tidak bermitra. Yang bermitra terbeli semua dari bawah sampai atas, harganya mengacu pada analisa tani perusahaan itu. Tembakaunya jenis Naag Ost, dan juga jenis Kasturi. Soal cuaca juga berpengaruh pada mutu ini," jelasnya menambahkan. (jbr1/yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO