Om Tolilet, Mengamen untuk Menghibur Hati yang Terluka Akibat Perlakuan Sang Istri Matre

Om Tolilet, Mengamen untuk Menghibur Hati yang Terluka Akibat Perlakuan Sang Istri Matre Aji Pramono, pengamen asal Solo saat bertandang ke sebuah kafetaria di Pacitan. foto: YUNIARDI S/ BANGSAONLINE

PACITAN, BANGSAONLINE.com - Cinta yang berlandaskan materi, mungkin hanya akan menyiratkan kisah pilu yang tidak pernah berujung. Goresan luka seakan membekas meski waktu terus berpacu. Begitulah sekilas perjalanan kisah cinta Aji Pramono, seorang pengamen jalanan asal Dusun Koripan Desa Koripan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jateng yang sudah hampir setahun merantau di .

Hari demi hari ia lalui dengan berkeliling kota demi menghibur hati yang sangat terluka lantaran perlakuan sang istri, Sri Wahyuni, yang dikatakan tak pernah bersyukur atas hasil jerih payahnya. Dengan berbekal alat musik seadanya, Aji yang lebih akrab dipanggil Om Tolilet itu mendatangi kompleks pertokoan dan perumahan untuk sekadar menghibur masyarakat. 

Yang unik dari si pengamen satu ini, syair-syair lagunya sering diplesetkan hingga membuat pendengarnya terkekeh. Ia pun hanya nrimo ing pandum dari keikhlasan orang yang mau bersedekah atas jasa nyanyian dan kekocakannya saat mengamen di jalanan.

"Yang utama, saya bisa menghibur diri Mas (wartawan). Sehingga bisa sedikit melupakan beban sakit hati. Soal hasil, hanya apa adanya. Dikasih lima ratus perak Alhamdulillah, dikasih berapa pun saya terima dengan syukur. Nggak dikasih pun, juga tidak ada masalah. Yang terpenting hati ini bisa terhibur dan selebihnya bisa untuk bertahan hidup di ," ujarnya saat mengamen di sebuah kafetaria, Minggu (17/2).

Aji mengungkapkan, jauh sebelum dirinya merantau ke , ia sempat membuka usaha sayur obrokan di Solo. Dengan mengendarai motor, bapak satu anak ini berkeliling dari satu kompleks perumahan ke perumahan lainnya untuk menjajakan sayuran, kala itu. Akan tetapi jerih payahnya sebagai penjual sayur keliling, sepertinya tak dihargai sang istri. Setiap memberikan sisa keuntungan dari berjualan, sang istri selalu mengeluh dan merasa kurang.

"Saya sempat putus asa. Sebab semua hasil yang saya berikan tak pernah dihargai. Sampai-sampai soal urusan ranjang, istriku selalu meminta uang dulu sebelum kami berkumpul. Ini yang lebih membuat saya sakit," cerita Aji dengan mata berkaca-kaca mengingat peristiwa pahit yang pernah dialaminya saat masih berkumpul dengan istrinya di Solo.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO