Kisah Penjahit di Gang Sempit Jadi Langganan Pejabat

Kisah Penjahit di Gang Sempit Jadi Langganan Pejabat Sapto Widodo, penjahit kawakan di Pacitan.

PACITAN, BANGSAONLINE.Com - Rejeki dari Allah tak akan berpindah. Itulah satu keyakinan dari Sapto Widodo, salah seorang konvensional di yang sampai detik ini masih tetap eksis. Meski lokasi usahanya berada di sebuah gang sempit di kawasan Kelurahan , akan tetapi usaha jahit yang dirintis sejak 25 tahun silam itu banyak didatangi orang.

Tak hanya masyarakat kelas bawah, namun istri Bupati , dan para istri muspida, baik itu kajari, kapolres serta istri dandim, merasa kurang pede seandainya gaun kesayangannya tidak dijahit oleh tangan Sapto Widodo.

"Hampir semua kalangan pejabat di Pemkab banyak yang menjahitkan baju ke sini. Meski juga tak sedikit pula kalangan masyarakat bawah yang datang untuk membuat baju dengan inovasi-inovasi yang kami ciptakan," ujar Om Wit, begitu pria kelahiran Bondowoso, 5 Juni 1966 silam ini, saat ditemui di lokasi usahanya, Kamis (14/2).

Meski digandrungi kalangan elit di , namun brand itu tak lantas membuatnya pongah. Ia justru banyak merendah saat bertutur dengan wartawan. Hanya lantaran terinspirasi sekelompok orang dengan penampilan rapi dan necis, akhirnya bisa memotivasi bapak dua anak itu untuk menekuni usaha jahit menjahit pakaian. Apalagi dia dibesarkan dari keluarga yang mayoritas hobi dengan keterampilan menjahit.

"Kakak-kakak saya juga suka menjahit. Hal inilah yang menumbuhkan bakat saya untuk lebih mendalami keterampilan menjahit. Keterampilan ini saya dapatkan secara otodidak, nggak pernah ikut kursus atau kegiatan apapun, kecuali hanya mengutak-atik sendiri bersama istri dan para pembantu saya di sini," jelas suami dari Mailita yang asli dari tersebut.

Berkat keuletannya menekuni usaha jahit, hingga mengantarkannya ke pintu kesuksesan dan banyak dikenal orang. Bahkan ia pun sudah memiliki dua pekerja laki-laki dan lima perempuan, sejak tahun 2008 hijrah ke . Tentu semua itu tak lepas dari sebuah maha karya eksklusif yang berhasil diciptakannya.

Om Wit mengaku, dari sekian banyak yang ada di , mungkin hanya tailor miliknya yang punya kekhususan soal payet dengan beragam motif dan kreasi yang sangat indah. Terlebih payet itu besutan dari Jepang.

"Payet ini yang kata orang menjadi ikon ekslusif di tailor ini. Memang sedikit mahal. Namun hasilnya tak kalah dengan jahitan dari para designer papan atas," jelasnya.

Lebih jauh, Om Wit mengungkapkan, sekalipun banyak didatangi kalangan pejabat, sekelompok sosialita, dan kelangan borjuis di , ia tak akan pernah merubah budaya harga atau ongkos jahit. Menurutnya, semua dia terapkan secara fleksibel sesuai kemampuan konsumen.

"Kalau memang ingin inovasi dengan penambahan payet yang indah, tentu harga juga selisih. Kalau hanya ongkos jahit untuk kelas bawah sama seperti - lainnya tak lebih dari Rp 200 ribuan. Kami tak semata-mata mencari uang mas, tapi kalau bisa ikut berkontribusi untuk menciptakan lapangan pekerjaan," jelasnya. (yun/rd).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO