MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Kebijakan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengundang polemik. Kalangan DPRD Kota Mojokerto menyoal kebijakan penentuan rumah sakit (RS) bagi pasien peserta badan usaha mitra pemerintah tersebut.
"Kami menganggap penentuan RS bagi pasien peserta BPJS lebih cenderung ke strategi efisiensi yang seyogyanya tidak dilakukan. Harusnya, pasien diberikan hak dan keleluasaan untuk mengakses RS lantaran dia adalah klien asuransi berbayar, bukan gratisan," kecam Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Suyono, Selasa (30/10).
BACA JUGA:
- Siapkan Situs Alternatif, Disdikbud Kota Mojokerto Berharap Tak Ada Kendala Internet Selama PPDB
- Ini Langkah BPJS Kesehatan Cabang Mojokerto Tingkatkan Pemahaman Peserta soal JKN
- Dianggap Berjasa Lindungi Warganya, Bupati Ikfina Terima Penghargaan UHC
- DPRD dan Wali Kota Kota Mojokerto Tetapkan Dua Raperda
Politikus PAN yang juga koordinator Komisi III tersebut mengungkapkan sejumlah imbas dari kebijakan anyar BPJS. "Sebagai RS tipe B, RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo telah terkena dampak dari penerapan aturan tersebut. RSUD akan sepi, dan imbasnya pendapatan RS sebagai BUMD akan menurun," tandasnya.
Ia berujar jika jumlah pasien RSUD dr Wahidin turun hingga 50 persen sejak aturan BPJS tersebut diterapkan. "Jumlah pasien tinggal separuh saja," katanya.
Sebaliknya, tambah ia, kebijakan tersebut sangat menguntungkan RS tipe C dan D. Sebab, katanya, mereka menjadi RS rujukan pertama dari fasilitas kesehatan di tingkat dasar seperti Puskesmas. "Kebijakan itu menguntungkan satu pihak dan merugikan yang lain. Padahal standar SDM dan alat kesehatan tentu jauh berbeda," sindirnya.
Hal yang sama diungkapkan anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto Anang Wahyudi. Menurut ia, kebijakan penentuan RS oleh BPJS juga akan merugikan pasien peserta BPJS.