Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .
Subhaana alladzii asraa bi’abdihi laylan mina almasjidi alharaami ilaa almasjidi al-aqshaa alladzii baaraknaa hawlahu linuriyahu min aayaatinaa innahu huwa alssamii’u albashiiru (1).
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Baik ayat yang menjelaskan al-isra' seperti ayat kaji ini, maupun yang menjelaskan al-mi'raj seperti pada awal al-Najm, semuanya hanya menceritakan kepergiannya saja dan sama sekali tidak dikisahkan turunnya kembali. Hal itu karena kembalinya Rasulullah SAW sudah terbukti, terlihat, dan nyata, sehingga tidak perlu dikabarkan.
Karena didiamkan, maka menjadi bahasan, apakah perjalanan pulangnya sama dengan rute ketika perginya? Apakah turun dari Sidratil Muntaha Rasulullah mampir dulu ke al-Masjid al-Aqsha, atau langsung menuju al-masjid al-Haram, Makkah. Jika singgah di al-Masjid al-Aqsha, lalu, apakah langsung ke Makkah atau masih mampir di tempat lain, misalnya Madinah, daerah Quba'?. Atau dari Sidratil Munataha, langsung Quba, lalu ke Makkah?. Allah a'lam.
Dari sekian paparan ulama, penulis memilih rute tetap, yakni: Makkah - Palestina -Sidratil Muntaha - Palestina - Makkah. Dasarnya adalah rute yang sudah ditunjuk secara jelas oleh Tuhan pada awal perjalanan. Rute itu mengindikasikan rute yang sama ketika perjalanan kembali pulang.
Soal pendapat yang mengatakan nabi mampir dulu ke daerah Quba' dan shalat di masjid Quba', itu pendapat. Quba' adalah pinggiran Madinah, di mana waktu itu belum mengenal syari'ah shalat, sehingga bangunan masjid bisa dikatakan tidak ada atau kecil kemungkinannya sudah ada. Justru dengan isra' dan mi'raj itulah nabi baru mendapat syari'ah shalat lima waktu.