Tafsir Al-Isra 1: Mengunci Masjid di Malam Hari

Tafsir Al-Isra 1: Mengunci Masjid di Malam Hari Ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .  

Subhaana alladzii asraa bi’abdihi laylan mina almasjidi alharaami ilaa almasjidi al-aqshaa alladzii baaraknaa hawlahu linuriyahu min aayaatinaa innahu huwa alssamii’u albashiiru (1).

".. mina almasjidi alharaami ilaa almasjidi al-aqshaa alladzii baaraknaa hawlahu ..". Isra' berstart dari al-masjid al-Haram, Makkah, dan finish di al-masjid al-Aqsha, Palestina. Masjid adalah tempat sujud, jika itu ditilik sisi dharaf makan (keterangan tempat) dan itu makna paling populer. Juga bermakna waktu sujud jika ditilik dari sisi dharaf zaman (keterangan waktu). Bila dipadukan, jadinya demikian:

Pertama, masjid adalah tempat sujud sekaligus waktu sujud. Yang dimaksud adalah tempat shalat, sendirian atau berjamaah, shalat sunnah atau fardlu, dilakukan oleh siapapun, warga setempat atau musafir yang sedang mampir. Bila pemaduan antara makna tempat dan waktu sujud ini bersifat mutlak, maka masjid harus terbuka dua puluh empat jam, demi menyediakan umat islam yang hendak beribadah di dalamnya.

Kita tahu, bahwa beribadah itu unlimited, tanpa dibatasi waktu. Sebagaimana berdzikir kepada-Nya, mestinya dilakukan setiap saat. Jadi, masjid tidak boleh dibuka hanya waktu shalat jama'ah lima waktu saja, lalu dikunci. Pembatasan waktu demikian sungguh mengurangi fungsi masjid sebagai tempat ibadah yang terbuka.

Sebagai konsekuensinya, pahala yang diterima oleh para wakif, orang yang beramal jariah menjadi sangat minim dan tidak optimal. Bagi penyumbang amal yang sudah meninggal dunia, di alam kubur sana mereka kecewa dan sangat berharap agar kiriman pahala dari masjid di mana dia beramal jariah lebih banyak. Makin banyak, makin menyenangkan. Sama seperti kita yang masih hidup ini, makin banyak rezeki, makin banyak uang yang didapat, makin senang.

Kebutuhan mayit terhadap kiriman pahala, doa, dan ampunan sungguh jauh dan jauh lebih diharap ketimbang kebutuhan orang hidup terhadap uang. Itu semua bisa dicapai dengan membuka masjid nonstop dua puluh empat jam. Membuka masjid dua puluh empat jam nonstop sesuai dengan arahan Allah SWT, di mana dasar pendirian masjid adalah taqwa. "lamasjid ussis 'ala al-taqwa" (al-Taubah:108).
Di sisi lain, penutupan masjid di malam hari sungguh tidak memberi kesempatan kaum muslimin yang hendak ibadah iktikaf, tahajjud, munajah di keheningan malam. Jika masjid suatu kampung dikunci rapat-rapat sejak usai shalat isya' dan baru dibuka kembali menjelang shubuh, maka berarti semua warga kampung tersebut sama sekali tidak ada yang iktikaf di malam hari.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO