Soal OTT Kades Klanting, AKD Lumajang Salahkan BPN, Anggap Pungutan Prona Bukan Korupsi

Soal OTT Kades Klanting, AKD Lumajang Salahkan BPN, Anggap Pungutan Prona Bukan Korupsi AKD saat menggelar rapat di Balai Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono.

LUMAJANG, BANGSAONLINE.com - Asosiasi Kepala Desa (AKD) Lumajang menuding OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres setempat terhadap Kepala Desa Klanting Kecamatan Sukodono adalah akibat kesalahan dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lumajang. Menurutnya, kesalahan tersebut lantaran BPN kurang jelas dalam memberikan juklak dan juknis terkait pengurusan sertifikat Prona.

Ketua AKD Lumajang, Suhanto, menyesalkan penangkapan Kades Klanting, Sri Purwati, oleh tim Tipikor, Satreskrim Polres Lumajang, Rabu (01/02) lalu. Ia meminta penjelasan pada pihak kepolisian tentang tujuan penangkapan tersebut. "Tujuannya untuk menanyakan pungli yang bagaimana, dan korupsi bagaimana," katanya usai menggelar lapat bersama yang dihadiri 121 kades di balai Desa Kutorenon, kemarin Minggu (05/01).

Suhanto menilai pungutan dalam pengurusan Prona bukan merpupakan tindakan korupsi. Sebab, tidak ada kerugian negara.

"Jika dikatakan operasi tangkap tangan, AKD akan mengadvokasi penuh Kades Klanting. Pasalnya, saat penangkapan, kades Klanting tidak ada di tempat. Tangkap tangan yang mana. Karena Bu Pur ikut acara KKN Mahasiswa di Jatisari. Ganjalan itu ingin kami tanyakan," katanya.

Ia bahkan mempertanyakan tuduhan pungutan liar (pungli). "Sebab, Prona itu sudah ada Pokja. Jika gratifikasi pun juga ditanyakan. Harusnya antara pemberi uang dan penerima uang harus diproses. Itu menurut hemat kami. Makanya AKD melakukan pendampingan penuh pada perkara ini," tegasnya.

Suhanto kembali menegaskan bahwa soal pungutan tersebut merupakan kesalahan BPN, bukan Kades. "Untuk sosialisasi prona itu kita nunggu BPN. Kita menilai BPN yang salah, karena program tidak mendapat penjelasan dan keterangan secara rinci," kata Suhanto .

Seharusnya, lanjut Suhanto, kepala desa yang mendapat program prona diberi bimbingan teknis (Bimtek) terlebih dahulu. "Karena ada kewajiban biaya yang dipikul pemohon, jadi difasilitasi pemerintah desa, pemda harus memberikan petunjuk. Lalau pokja harus bikin perdes dulu, harus ini dulu dan lainnya. Ini tidak ada petunjuknya," ungkapnya.

Dalam rapat kemarin, seluruh Kades yang mendapat program Prona sepakat untuk menunda program yang merupakan pensertipikatan massal dari pemerintah tersebut. 

Selain itu, para Kades juga bakal mengadakan audiennsi dengan Forkopimda plus. "Dengan catatan harus ada pihak Kejaksanaan dan BPN, Kapolres. Kami minta audiensi dengan forkopimda plus. Biar semuanya jelas," pungkas Suhanto.

Humas BPN Lumajang, Agus, yang dikonfirmasi terkait hal ini enggan memberikan tanggapan. Hanya saja ia membantah tudingan AKD. Namun ia juga tidak memberikan penjelasan rinci soal bantahan tersebut. Untuk permasalah tersebut, ia menyarankan agar menghubungi Tonton, selaku Kepala Kantor Pertanahan Lumajang. (ron/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO