Tafsir An-Nahl 103: Soal Mahaguru, antara Nabi dan Taat Pribadi

Tafsir An-Nahl 103: Soal Mahaguru, antara Nabi dan Taat Pribadi ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - Walaqad na’lamu annahum yaquuluuna innamaa yu’allimuhu basyarun lisaanu alladzii yulhiduuna ilayhi a’jamiyyun wahaadzaa lisaanun ‘arabiyyun mubiinun.

Ayat studi sebelumnya bertutur soal ayat al-Qur'an yang turun bervariasi, sehingga orang-orang kafir menuduh diri Rasulullah SAW mencla-mencle, tidak konsisten dan berubah-ubah seenaknya. Persepsi buruk itu hingga mengarah kepada tuduhan, bahwa Nabi pembohong dan suka menipu, sehingga apa yang diterima dari Tuhan dianggap akal bulus dan karangan sendiri. Lalu al-qur'an turun menjawab, bahwa itu semua dari Tuhan melalui Ruh al-Qudus, malaikat Jibril A.S. (102).

Gagal dari upaya pertama, mereka kini membuat tuduhan baru, bahwa apa yang diterima nabi Muhammad SAW itu bukanlah dari Tuhan, melainkan hasil belajar dari orang lain secara rahasia. "Innamaa yu'allimuhu basyar". Kata "basyar" artinya orang, mansuia. Tafsiran soal siapa mereka, ada beberapa orang yang dicurigai sebagai mahaguru nabi yang ternyata kebanyakan dari para budak nasrani. Di lingkungannya, mereka ada yang dikenal sebagai mengerti isi kitab al-Taurah atau al-Injil.

Mereka adalah Jabr, budak nasrani milik al-Fakih ibn al-Mughirah. Nama ini paling nominatif menurut mufassirin. Berikutanya adalah Ya'isy, budak dari Bani al-Hadramy, Yasar, Nabt (Abu Fukaihah), Bal'am, Abis, milik Huwaithib ibn Abd al-'Uzza. Mereka inilah yang dipromosikan sebagai mahaguru Nabi, sehingga apa yang diterima Nabi dari Allah itu bukanlah wahyu, melainkan bisikan dari para budak nasrani tersebut.

Al-Qurthuby mengomentari, bahwa semua nama tersebut sangat mungkin benar, dalam artian pernah ketemu nabi dan Nabi pernah pula mendengar dari mereka saat memabca kitab al-Taurah atau al-Injil. Sebatas mendengar seperti saat ketepatan lewat, atau mereka pernah mendiskusikan materi kitab suci bersama Nabi. Tapi, jika dikatakan wahyu al-Qur'an sebagai hasil belajar Nabi dari mereka, tentu hal tersebut mutlak tidak benar. Alasannya antara lain:

Pertama, Ternyata budak tersebut adalah bukan asli wong arab, melainkan non-arab, sedangkan nabi Muhamad SAW adalah orang arab asli. Itulah, maka janggal, bagaimana transformasi ilmu bisa terjadi secara optimal, mengingat kendala bahasa begitu fatal. Teks kitab al-Taurah dan al-Injil adalah menggunakan bahasa non-arab, semisal Suryani atau Ibrani. Maka Tuhan menangkis tuduhan itu dengan firman-Nya: "Lisaanu alladzii yulhiduuna ilayhi a’jamiyyun wahaadzaa lisaanun ‘arabiyyun mubiinun".

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO