Rebutan Gedung Astranawa, Cak Anam Anggap Halim Iskandar Ajak Perang

Rebutan Gedung Astranawa, Cak Anam Anggap Halim Iskandar Ajak Perang Cak Anam mengerahkan massa melakukan aksi demo untuk mempertahankan Gudung Astranawa yang kini digugat PKB Jatim. Foto: didi rosyadi

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Setelah sempat mesra saat pra dan pasca Muktamar NU di Jombang karena sama-sama mendukung calon ketua umum PBNU yang sama, kini hubungan (Cak Anam) dengan Abdul Halim Iskandar (Gus Nanang) memanas. Pangkal masalahnya adalah gugatan perdata DPW PKB Jawa Timur terhadap kepemilikan Gedung Astranawa. Bahkan oleh Cak Anam kasus ini diibaratkan adu bukti melawan adu sakti karena PKB punya kekuasaan dan uang.

"PKB dapat tanah Astranawa itu dari siapa? Sebab YKP maupun pemilik tanah sebelumnya di pengadilan sudah menyatakan tak pernah memberikan tanahnya ke PKB. Ini sama halnya ngerampas milik orang, tentu saya sebagai pemilik sah saat ini akan mempertahankan dengan cara apapun," tegas Cak Anam usai menggelar aksi demo di Gedung Astranawa, Jumat (15/7).

Diakui Cak Anam, aksi yang dilakukan ini bagian dari apaya mempertahankan Astranawa yang saat ini sudah disita jaminan oleh pengadilan. Terlebih dalam fakta di pengadilan sangat nampak kalau majelis Hakim dan kuasa hukum Penggugat kongkalikong.

"Di pengadilan Hakim tak gunakan Equality by Law karena tak beri kesempatan pada kuasa hukum Tergugat untuk memberikan penjelasan, sehingga timbul Abuse of Power, makanya saya terpaksa gunakan jalan demo," tegas mantan ketua PW GP Ansor Jatim ini.

Ditegaskan Cak Anam, jika putusan hakim sampai memenangkan PKB yang jelas-jelas menggunakan bukti asal-asalan, maka pihaknya akan mengejar hakim tersebut sampai ke ujung dunia.

"Hukum jangan dijadikan komoditas politik, negara ini mau jadi apa kalau aparat dan lembaga hukum sudah bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan," terangnya.

Menurut Cak Anam, lahan Astranawa dan Museum NU sebenarnya milik Ramelan yang disewa selama 15 tahun sejak 16 Juni 1997 atau sebelum kelahiran PKB pada Agustus 1998 seluas 10.800 m2. Lahan tersebut masih dalam sengketa karena diklaim oleh YKP milik Pemkot Surabaya. "Saya kemudian berjuang bersama GP Ansor mati-matian mengambilalih penguasaan oleh YKP dan tentara hingga ke pengadilan kok sekarang di klaim milik PKB," bebernya.

Oleh Cak Narto, walikota Surabaya saat itu, kemudian dijembatani dan meminta Cak Anam maupun Ramelan tak menggugat lagi karena YKP maupun Pemkot Surabaya akan memilih jalan damai dengan memberikan kembali separoh dari lahan milik Ramelan.

Namun faktanya, kata Cak Anam, surat persetujuan No.024/VIII/YKP/SP/2000 tertanggal 23 Agustus 2000, Pemkot dan YKP hanya memberikan 3.819 m2 dari yang seharusnya 5.400 m2 sesuai dengan kesepakatan perjanjian damai. "Oleh pemilik lahan Ramelan, tanah 3.819 m2 tersebut separohnya diberikan kepada saya dan sisanya disuruh membeli seharga Rp120 juta. Tanah inilah sekarang berdiri gedung Astranawa," beber Cak Anam.

Diakui Cak Anam, pihak Ramelan maupun dirinya bisa menerima jalan damai, lantaran Cak Narto juga mengizinkan sisa lahan seluas 6 ribu m2 digunakan untuk pembangunan kantor PKB, taman pendidikan BISMA, Museum NU dan kantor Banom NU lainnya. "Surat ijin pemakaian tanah jangka menengah dari Pemkot Surabaya itu keluar pada 13 September 2001," tambahnya.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO