Hasil Survei: 86 Persen Siswa SMA Negeri Ingin Demokrasi, 11 Persen Ingin Khilafah

Hasil Survei: 86 Persen Siswa SMA Negeri Ingin Demokrasi, 11 Persen Ingin Khilafah Sejumlah massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) membawa banner saat mengikuti puncak acara Muktamar Khilafah 2013 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (2/6). TEMPO/Dian Triyuli Handoko

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Pemerintah - termasuk pemerintahan Jokowi - tampaknya mulai gagal mengawal ideologi bangsa atau negara: Pancasila. Buktinya, meski penentang Pancasila ini prosentasenya masih kecil tapi mulai tampak ke permukaan. Simaklah sikap ideologis siswa-siswi SMA dalam hasil survei Setara Institute, lembaga yang mendukung pluralisme dan hak asasi manusia.

Lembaga ini menyurvei tingkat toleransi siswa SMA Negeri di Jakarta dan Bandung Raya. Hasilnya menunjukkan tingkat toleransi siswa masih cenderung besar.

Namun beberapa temuan unik diperoleh. Salah satunya mengenai sistem sosial politik. "Idealisasi, romantisme, dan utopis agama, dukungan terhadap agama sebagai sistem sosial, hasilnya cukup besar," ujar Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naispospos di Cikini Raya, Jakarta, Selasa, 24 Mei 2016.

Salah satu hasil ditarik dari pertanyaan: pemerintahan apakah yang paling baik untuk diterapkan di Indonesia saat ini? Dari total 760 siswa, sebanyak 647 responden atau 86 persen menjawab demokrasi. Pilihan lain yang disediakan menunjukkan 85 responden atau 11 persen menjawab , 16 responden atau 2 persen tidak tahu/tidak menjawab, dan 6 responden atau 1 persen menjawab monarki.

Hasil lainnya menunjukkan persetujuan atas pengaturan kehidupan manusia oleh agama diafirmasi oleh 69 persen responden. Yang tidak setuju sebesar 21 persen responden.

Dalam hasil selanjutnya, dikatakan sebanyak 437 responden atau 58 persen menginginkan hukum agama (syariat) di setiap aspek sendi kehidupan di Indonesia. Yang tidak setuju sebanyak 131 responden atau 17 persen, ragu-ragu 130 responden atau 17 persen, dan tidak tahu/tidak menjawab 60 atau 8 persen responden.

Bonar menganggap hasil itu sebagai gambaran imajinasi masyarakat yang sebagian besar belum memahami problem empiris dan sosial yang lebih kompleks.

Responden juga diminta menanggapi pertanyaan mengenai pemimpin atau kepala daerah. Terkait pemimpin di lingkungan organisasi pada lingkungan mikro di sekolah, responden menganggap ketua jelas/OSIS tidak harus satu agama sebesar 62,2 persen dan harus satu agama 30,8 persen. Sedangkan untuk pemimpin organisasi di luar sekolah hanya terdapat sedikit perbedaan.

Penelitian ini juga menunjukkan tanggapan responden pada dua calon bupati/wali kota, yang seagama dan tidak seagama. Sebanyak 443 responden atau 58 persen menjawab tidak mempersoalkan agama, tapi untuk kemampuan memimpin, 288 responden atau 38 persen menjawab yang seagama, 27 responden atau 4 persen menjawab tidak tahu/tidak menjawab.

Sumber: Tempo.co

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Khilafah Proyek Politik Inggris? Ini Alasan Hizbut Tahrir Bolehkan Cium Cewek Bukan Muhrim':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO