Sri Eko Rustianti, SH: Kalau Tak Ada Kartini, Tak Ada Wanita Jadi Dokter, Gubernur dan Presiden

Sri Eko Rustianti, SH: Kalau Tak Ada Kartini, Tak Ada Wanita Jadi Dokter, Gubernur dan Presiden Sri Eko Rustiant, SH. foto: bangsaonline.com

NGAWI, BANGSAONLINE.com - Bagi ibu-ibu di Ngawi Jawa Timur nama Sri Eko Rustianti tidak asing. Maklum, wanita cantik kelahiran 22 September 1962 di Yogyakarta ini adalah ketua PKK sekaligus istri Bupati Ngawi Ir. H. Budi Sulistyono yang akrab dipanggil Kanang.

Putri pasangan dr Roesman-Desti Sri dan alumnus Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini sangat peduli terhadap kehidupan wanita, terutama di Ngawi. Buktinya, Ibu Anti – panggilan akrab Sri Eko Rustianti - meski baru pulang umrah dari tanah suci tapi langsung menerima Zainal Abidin, wartawan bangsaonline.com di Ngawi untuk wawancara khusus soal peran wanita dalam rangka memperingati yang jatuh 21 April hari ini. Berikut petikannya:

BANGSAONLINE.COM (BO): Apa makna penting peringatan ibu Kartini bagi ibu Bupati?

Ibu Anti: Karena Ibu Kartini itu simbol perjuangan emansipasi wanita sehingga makna yang kita dapatkan disini juga akan memperjuangkan kita sebagai kaum wanita. Kita harus ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini, harus ambil bagian. Kalau di Ngawi ya di Ngawi.

BO: Bagaimana dengan warga Ngawi. Apakah mereka sudah paham dan menghayati cita cita dan nilai perjuangan ibu Kartini?

Ibu Anti: Saya kira sudah. Anak-anak, dari sekolahan, pada saat tidak hanya memakai pakaian kebayak dan apa makna dari itu sekolahan sekolahan sudah memberikan pengertian bahwa adalah untuk mengenang Kartini ya emansipasi wanita. Mungkin kalau tidak ada Kartini tidak ada (wanita) yang jadi dokter, jadi presiden, jadi bupati, Jadi gubernur.

BO: Salah satu cita cita ibu Kartini adalah persamaan hak wanita, maksudnya, perempuan pribumi bisa menuntut ilmu seperti kaum lelaki. Sekarang cita cita ibu Kartini itu sudah terlaksana. Menurut ibu, apa masih ada cita cita ibu Kartini yang belum terlaksana?

Ibu Anti: Kalau kita melihat di Indonesia ini - karena bagian dari kepemimpinan presiden, menteri-menteri, gubernur, bupati, camat sampai lurah sepertinya kok sudah. Tetapi hanya sebagian seperti, wah wong wedok kui ning mburi ae. Lha, seperti itu yang ada, berarti bapak-bapaknya yang harus diberi pengertian. Tapi ya alhamdulillah sebagian besar sudah tercapailah.

BO: Kalau kita baca sejarah hidup ibu Kartini ternyata pada saat remaja ia sudah sering baca surat kabar sehingga cakrawala pemikirannya luas dan bisa mengetahui informasi terbaru. Apa perempuan di Ngawi juga seperti ibu Kartini muda?

Ibu Anti: Ya itu kita bekali perpustakaan. Perpustakaan kita sudah merambah ke desa. Karena dengan adanya bacaan-bacaan mereka yang ada di daerah-daerah tentunya minat membaca, minat untuk maju akan ada. Sehingga kita disini berusaha untuk bisa ada perpustakaan sampai ke desa-desa.

BO: Apa upaya ibu bupati untuk menggugah minat baca kaum perempuan Ngawi?

Ibu Anti: Ya itu salah satunya mengadakan perpustakaan tiap desa, khususnya di PKK juga ada pojok baca. Di posyandu juga disiapkan bacaan-bacaan sehingga ibu-ibu saat menunggu balita bisa membaca bahwa mendidik anak yang benar seperti ini. Terus menu-menu yang ada disitu ibu ibu mendapatkan referensi dari bacaan yang ada.

BO: Sekarang banyak sekali informasi baik di media sosial maupun media umum yang tidak sehat dan tidak mendidik sehingga merusak anak anak kita. Bagaimana untuk mengatasi ini?

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO